SEO BLOG & TEMPLATES
-
Tunadaksa/gangguan gerekan/kelainan anggota tubuh Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (t...
-
A. Definisi Low vision 1. Definisi low vision berdasarkan kuantitas pengukuran tajam pen...
-
I. KISI-KISI INSTRUMEN ASESMEN PERKEMBANGAN USIA 3-4 TAHUN ASPEK INDIKATOR ...
-
PENGANTAR Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bahan ...
-
1. Identitas Anak Nama Lengkap : Kireina Saiwana Riffa Nama Panggilan ...
-
Oleh Permanarian Somad dan Didi Tarsidi I. Tujuan Asesmen Pendidikan anak tunarungu merupakan proses yang kompleks. Penempatan y...
-
Oleh Amalia (PLB UPI 08) Anak-anak berkebutuhan khusus, seperti anak tunarungu, bisa berkembang menjadi manusia dewasa yang mandiri dan b...
-
1. Sejarah Singkat Pendidikan Tunanetra di Dunia Sekolah pertama bagi anak tunanetra di Eropa d...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara s...
Arsip Blog
Categories
- Autis (2)
- Belajar dan Pembelajaran ABK (1)
- Form Upload File (1)
- Sejarah PLB (1)
- Stimulasi dan Intervensi (2)
- Tugas-Tugas (3)
- Tunadaksa (1)
- tunagrahita (1)
- Tunalaras (1)
- Tunanetra (4)
- Tunarungu (4)
- UMUM (10)
- Kemarahan besar yang diekspresikan secara verbal (misal kata-kata kasar, adu mulut) atau fisik (merusak barang, berkelahi, )
- Kecemasan berlebihan, yaitu ketakutan yang tak berhubungan dengan sekolah, ketakutan berpisah dengan orangtua, kecemasan berada di tengah orang asing bagi dirinya.
- Depresi, memisahkan diri dari orang lain, sedih, pesimis tentang masa depan, kehilangan minat pada aktivitas yang dulu digemari, mengubah berat badan, pola tidur, merasa bersalah dan tidak berharga, dan tak mampu membuat keputusan.
- Perilaku melarikan diri, seperti fantasi atau berkhayal berlebih-lebihan, terlalu obsesi pada televisi dan video games tentang petualangan.
- Perilaku menantang bahaya, misalnya tertarik akan ketinggian, kekerasan dan aktivitas melanggar hukum.
UMUM
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak dengan kebutuhan
khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan (fisik,
mental-intelektual, sosial, emosional) dalam proses perkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan
pelayanan pendidikan khusus. Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami
kelainan tertentu, tetapi kelainan tersebut tidak signifikan sehingga mereka
tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak
dengan kebutuhan khusus.
Ada bermacam-macam jenis anak dengan
kebutuhan khusus, salah satunya yaitu kesulitan belajar atau Learning
Disabilities (LD = ketidakmampuan belajar). Gangguan kesulitan belajar
(learning disabilities/ LD) merupakan salah satu permasalahan yang banyak
ditemui dalam dunia pendidikan. LD menyangkut ketidak mampuan siswa untuk
menyelesaikan tugas-tugas akademiknya secara tepat. LD adalah kondisi yang
dialami siswa berkait dengan adanya hambatan, keterlambatan dan ketertinggalan
dalam kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Siswa yang berkesulitan belajar
adalah siswa yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik
khusus maupun umum, baik disebabkan oleh adanya disfungsi neurologis, proses
psikologis dasar maupun sebab-sebab lain sehingga presatsi belajarnya rendah
dan anak beresiko tinggi tinggal kelas.
Jenis dan tingkat kesulitan yang dialami
oleh siswa tidak sama karena secara konseptual berbeda dalam memahami bahan
yang dipelajari secara menyeluruh. Perbedaan tingkat kesulitan ini bisa
disebabkan tingkat pengusaan bahan sangat rendah, konsep dasar tidak dikuasai,
bahkan tidak hanya bagian yang sulit tidak dipahami, mungkin juga bagian yang
sedang dan mudah tidak dapat dukuasai dengan baik.
Menurut Hallahan et al (dalam Abdurahman,
M, 1999) jumlah anak berkesulitan belajar meningkat secara dramatis. Hallahan
dan Kauffman (1988) mengungkapkan bahwa prevalensi LD sangatlah bervariasi,
dari 1% hingga 30%. Secara umum, prevalensi kesulitan belajar mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Prevalensi anak kesulitan belajar pada sekolah umum di
Amerika Serikat pada tahun 1976-1977 sebesar 1,8 % (Lyon, dkk., 2001). Hallahan
dan Kauffman (1988) mengemukakan bahwa menurut US Department of Education,
4,73% populasi usia sekolah mengalami kesulitan belajar pada tahun 1985-1986.
Lyon, dkk. (2001) menyebutkan bahwa pada tahun 1997-1998, prevalensi kesulitan
belajar mencapai 5,2%. Hal ini setara dengan yang dikemukakan oleh Graziano
(2002) bahwa pada tahun 1996 diperkirakan 5-6% anak sekolah usia 6 hingga 18
tahun di Amerika Serikat mengalami kesulitan belajar.
Dari pemaparan di atas jelas terlihat bahwa LD merupakan kondisi yang dapat dialami oleh siswa, dengan prevalensi yang cenderung meningkat. Hal tersebut berdampak pada terhambatnya kemampuan siswa dalam menguasai tujuan belajar yang harus dicapainya, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kualitas hasil belajarnya. Sebagai akibatnya adalah adanya kendala dalam kelancaran proses belajar. Banyak siswa yang mengulang disebabkan karena mereka mengalami LD secara akademis.
Dari pemaparan di atas jelas terlihat bahwa LD merupakan kondisi yang dapat dialami oleh siswa, dengan prevalensi yang cenderung meningkat. Hal tersebut berdampak pada terhambatnya kemampuan siswa dalam menguasai tujuan belajar yang harus dicapainya, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kualitas hasil belajarnya. Sebagai akibatnya adalah adanya kendala dalam kelancaran proses belajar. Banyak siswa yang mengulang disebabkan karena mereka mengalami LD secara akademis.
B.Tujuan Pembuatan
Laporan
Pembuatan laporan ini bertujuan untuk
sebagai berikut :
1. Memahami
karakteristik anak berkesulitan belajar.
2. Memahami
layanan pendidikan yang dibutuhkan oleh anak berkelitan belajar.
3. Sebagai
rekomendasi bagi guru dan orang tua siswa dalam memberikan bimbingan kepada
anaknya, untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
C. Metode Identifikasi
Metode yang digunakan dalam identifikasi
anak berkesulitan belajar ini adalah metode observasi yang dilakukan di sekolah
anak tersebut, dengan mengamati segala kemampuan dan kekurangan yang berkaitan
dengan proses pembelajarannya, mengumpulkan data dan informasi, baik dari guru
yang bersangkutan maupun teman sebayanya.
D. Sistematika Penulisan.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Penulisan.
B. Tujuan Penulisan.
C. Metode Identifikasi.
D. Sistematika
Penulisan.
BAB
II KAJIAN TEORI
A. Pengertian anak berkesulitan belajar.
B. Karakteristik
Anak Berkesulitan Belajar.
C. Penyebab
Kesulitan Belajar.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Identitas anak.
B.
Inti Masalah.
C.
Bantuan yang direncanakan.
D.
Pelaksanaan Bantuan.
E.
Hasil yang diperoleh
F.
Analisis.
BAB IV
KESIMPULAN
A. KesimpulanB. Rekomendasi
C. Penutup
BAB
II
KAJIAN
TEORI
A. Pengertian
Anak Berkesulitan Belajar (Learning Disability).
Anak
berkesulitan belajar (LD) adalah individu yang mengalami gangguan dalam satu
atau lebih proses psikologis dasar, disfungsi sistem syarat pusat, atau
gangguan neurologis yang dimanifestasikan dalam kegagalan-kegagalan yang nyata
dalam pemahaman dan penggunaan pendengaran, berbicara, membaca, mengeja,
berpikir, menulis, berhitung, atau keterampilan sosial. Kesulitan tersebut
bukan bersumber pada sebab-sebab keterbelakangan mental, gangguan emosi,
gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau karena kemiskinan lingkungan,
budaya, atau ekonomi, tetapi dapat muncul secara bersamaan. Kelompok anak LD
dicirikan dengan adanya gangguan-gangguan tertentu yang menyertainya.
Gangguan-gangguan tersebut adalah gangguan latar-figur, visual-motor,
visual-perseptual, pendengaran, intersensori, berpikir konseptual dan abstrak,
bahasa, sosio-emosional, dan konsep diri. Gangguan aktivitas motorik, persepsi,
perhatian, emosionalitas, simbolisasi, dan ingatan. Sedangkan ditinjau dari
aspek akademik, kebanyakan anak LD juga mengalami kegagalanyang nyata dalam
penguasaan keterampilan dasar belajar, seperti dalam membaca, menulis dan atau
berhitung. Kemampuan intelektual dapat berpengaruh luas terhadap berbagai
kemampuan manusia, terutama dalam prilaku belajarnya. Sementara itu dua masalah
utamayang dihadapi anak LD adalah masalah akademik dan masalah pribadi-sosial.
Berdasarkan ini diduga kuat bahwa paduan antara keunggulan intelektualyang
dimiliki dan kesulitan belajar yang dihadapi dapat melahirkan karaktersitik
sendiri yang berbeda dengan anak-anak LD pada umumnya. Secara potensial, anak
LD yang memiliki inteligensi di atas rata-rata adalah sumber daya manusia
unggul bagi pembangunan bangsa dan negara. Karena itu mereka mendapat
perhatianyang lebih serius dalam upaya mengatasinya. Namun demikian, dalam
praktek pendidikan di lapangan, khususnya di sekolah dasar, sangat mungkin
terjadi guru mengalami berbagai kesulitan dalam membantu siswanyayang termasuk
LD.
B.
Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar.
Jika ditilik lebih jauh ada tiga jenis kesulitan
belajar yang dialami anak antara lain, menyangkut kemampuan membaca
(disleksia), kemampuan menulis (disgrafia), dan kemampuan berhitung
(diskalkulia).
1. Disleksia
Istilah disleksia berasal dari bahasa Yunani, yakni dys yang berarti ”sulit dalam” dan lex berasal dari legein, yang artinya ”berbicara”. Jadi secara harfiah, disleksia berarti kesulitan yang berhubungan dengan kata atau simbol-simbol tulis. Kelainan ini disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menghubungkan antara lisan dan tertulis, atau kesulitan mengenal hubungan antara suara dan kata secara tertulis.
Istilah disleksia berasal dari bahasa Yunani, yakni dys yang berarti ”sulit dalam” dan lex berasal dari legein, yang artinya ”berbicara”. Jadi secara harfiah, disleksia berarti kesulitan yang berhubungan dengan kata atau simbol-simbol tulis. Kelainan ini disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menghubungkan antara lisan dan tertulis, atau kesulitan mengenal hubungan antara suara dan kata secara tertulis.
Gejalanya,
anak memiliki kemampuan membaca di bawah kemampuan yang seharusnya dilihat dari
tingkat inteligensia, usia dan pendidikannya. Hal ini dikarenakan keterbatasan
otak mengolah dan memproses informasi tersebut. “Disleksia merupakan kesalahan
pada proses kognitif anak ketika menerima informasi saat membaca buku atau
tulisan,” kata Lody.
Jika
pada anak normal kemampuan membaca sudah muncul sejak usia enam atau tujuh
tahun, tidak demikian halnya dengan anak disleksia. Sampai usia 12 tahun kadang
mereka masih belum lancar membaca. Kesulitan ini dapat terdeteksi ketika anak
memasuki bangku sekolah dasar. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
·
Sulit mengeja dengan
benar. Satu kata bisa berulangkali diucapkan dengan ...bermacam
ucapan.
·
Sulit mengeja kata atau suku kata yang
bentuknya serupa, misalnya b-d, u-n, ...atau
m-n.
·
Ketika membaca anak
sering salah melanjutkan ke paragraph berikutnya ....atau
tidak berurutan.
·
Kesulitan mengurutkan
huruf-huruf dalam kata.
Kesalahan
mengeja yang dilakukan terus-menerus. Misalnya kata ”pelajaran” diucapkan
menjadi ”perjalanan”.
Menurut ahli psikolog pendidikan anak, hal lain yang bisa diamati adalah respon anak ketika diajak belajar membaca. Mimik wajahnya menjadi tegang dan sering menolak atau menangis saat disodorkan buku. “Ketidakmampuan ini sebenarnya disadari oleh anak, sehingga dia menjadi takut untuk membaca terutama jika mendapat tekanan dari lingkungannya,” ujar dosen pendidikan pada Universitas Negeri Jakarta ini.
Banyak faktor yang menjadi penyebab
disleksia antara lain genetis, problem pendengaran sejak bayi yang tidak
terdeteksi sehingga mengganggu kemampuan bahasanya, dan faktor kombinasi keduanya.
Namun, disleksia bukanlah kelainan yang tidak dapat ‘disembuhkan’. “Hal paling
penting adalah anak disleksia harus memiliki metode belajar yang sesuai. Karena
pada dasarnya setiap orang memiliki metode yang berbeda-beda, begitupun anak
disleksia,” jelas Lody.
Untuk
menentukan metode belajar yang cocok untuk anak disleksia, Evita menjelaskan,
orangtua harus berkomunikasi dalam bentuk konkrit dengan anak menggunakan
bantuan benda-benda atau gerak tubuh. Misalnya ketika bertanya “apakah kamu
suka jeruk?’ sodorkan buah jeruk kepadanya dan biarkan dia memegangnya.
Disarankan
Anda harus sering melatih pengucapan anak atau mendatangkan terapis yang ahli
di bidang linguistik. Selain itu, cobalah penerapan metode VAKT (Visual
Auditori Kinestetik Tactil) yang melibatkan rangsangan panca indera anak.
Misalnya ketika anak membaca, biarkan anak melihat, mendengarkan, meraba
tulisan dan menggerakkan tubuh mengikuti alur cerita. “Pada metode ini karena
indera bekerja aktif anak akan lebih mudah mengingat dan memahami apa yang
dibacanya,” terang Lody.
2.Disgrafia
Perlu dipahami disgrafia bukan disebabkan karena tingkat inteligensi yang rendah, kemalasan atau keterlambatan proses visual motoriknya. Anak dengan gangguan disgrafia mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak tangannya ketika menuliskan angka atau huruf. Kesulitan ini dapat menghambat proses belajar anak, terutama ketika anak berada di bangku SD. Mereka sulit menuliskan kata-kata yang diucapkan guru atau saat pelajaran mendikte.
Perlu dipahami disgrafia bukan disebabkan karena tingkat inteligensi yang rendah, kemalasan atau keterlambatan proses visual motoriknya. Anak dengan gangguan disgrafia mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak tangannya ketika menuliskan angka atau huruf. Kesulitan ini dapat menghambat proses belajar anak, terutama ketika anak berada di bangku SD. Mereka sulit menuliskan kata-kata yang diucapkan guru atau saat pelajaran mendikte.
Untuk
mengetahui apakah anak mengalami disgrafia atau tidak, ada beberapa ciri-ciri
umum, yaitu :
·
Bentuk huruf tidak
konsisten (sering berubah).
·
Sulit memegang alat
tulis dengan mantap. Pulpen atau pensil sering terlepas dari tangan. Hal ini
bisa dikarenakan anak gugup atau tegang.
·
Sering salah menulis
kata-kata (dilakukan berulang-ulang). Misalnya menuliskan ‘kepala’ menjadi
‘kelapa’ atau ‘taman’ menjadi 'tangan'.
·
Tetap mengalami
kesulitan meski hanya menyalin tulisan saja.
·
Terlalu memfokuskan
pada tangannya ketika menulis. Sehingga terkadang tidak memperhatikan kata-kata
yang ditulisnya.
·
Anak sulit
menginterpretasikan ide, perasaan atau pesan melalui …...tulisan.
3. Diskalkulia
Yakni gangguan pada kemampuan kalkulasi secara sistematis, yang dibagi menjadi bentuk kesulitan berhitung dan kesulitan kalkulasi. Biasanya anak juga tidak memahami proses matematis, yang ditandai dengan kesulitan mengerjakan tugas yang melibatkan angka atau simbol matematis. Anak diskalkulia sulit mendapatkan konsep perhitungan yang tepat, baik soal cerita maupun soal hitungan turunan.
Yakni gangguan pada kemampuan kalkulasi secara sistematis, yang dibagi menjadi bentuk kesulitan berhitung dan kesulitan kalkulasi. Biasanya anak juga tidak memahami proses matematis, yang ditandai dengan kesulitan mengerjakan tugas yang melibatkan angka atau simbol matematis. Anak diskalkulia sulit mendapatkan konsep perhitungan yang tepat, baik soal cerita maupun soal hitungan turunan.
C.
Penyebab Kesulitan
Belajar
Prestasi belajar dipengaruhi oleh dua factor,
internal dan eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar (learning disability)
adlah factor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsy neurologis, sedangkan
penyebab utama problema belajar (learning problem) adalah factor eksternal,
yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru. Pengelolan kegiatan
belajar yang tidak membangkitkan motivasi pembelajaran anak, dan pemberian
ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat.
Disfungsi neurologis sering tidak hanya menyebabkan
kesulitan belajar tetapi juga dapat menyebabkan tuna grahita dan gangguan
emosio\nal. Berbagai factor yang dapat menyebabkan disfungsi neurologis yang
pada gilirannya dapat menyebabkan kesulitan belajar antara lain:
a. Faktor
genetik
b. Luka
pada otak karena trauma fisik atau karena kekurangan oksigen.
c. Biokimia
yang hilang (misalnya biokimia yang diperlukan untuk memfungsikan saraf pusat).
d. Biokimia
yang merusak otak (misalnya zat pewarna pada makanan).
e. Pencemaran
lingkungan (misal pencemaran timah hitam).
f. Gizi
yang tidak memadai
g. Pengaruh-pengaruh
psikologis dan social yang merugikan perkembangan anak (deprivasi lingkungan).
Dari berbagai penyebab
tersebut dapat menimbulkan gangguan dari yang tarafnya ringan hingga yang
tarafnya berat.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Identitas
Anak
Nama : Sri Fitriannisa
TTL : Bandung, 28 Desember 2000
Alamat : Kebonjayanti No. 13 Rt 01/04
Kelas : 3 SD
Asal Sekolah : SDN SUKAPURA 4
B. Inti
Masalah
Inti
masalah yang dihadapi anak ini adalah masalah lambat dalam membaca, menulis dan
berhitung. Masalah motivasi dalam belajar yang sangat rendah, kurangnya kepercayaan dan harga diri, masalah
tingkah laku yang menetap dan kekurangan dalm pengingatan atau dalam hal
memori. Dari maslah-masalah yang muncul ini mengakibatkan anak sulit dalam
mencapai prestasi yang di harapkan, karena sesungguhnya anak ini memiliki
potensi yang sangat baik.
C. Bantuan
yang direncanakan
1. Diagnostik mengatasi kesulitan
belajar
Diagnosis merupakan upaya untuk
menemukan faktor-faktor penyebab atau
yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya.
yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya.
Tes dignostik kesulitan belajar
sendiri dilakukan melalui pengujian dan studi bersama terhadap gejala dan fakta
tentang sesuatu hal, untuk menemukan karakteristik atau kesalahn-kesalahan yang
esensial. Tes dignostik kesulitan belajar juga tidak hanya menyangkut soal
aspek belajar dalam arti sempit yakni masalah penguasaan materi pelajaran
semata, melainkan melibatkan seluruh aspek pribadi yang menyangkut perilaku
siswa.
Tujuan tes diagnostik untuk
menemukan sumber kesulitan belajar dan merumuskan rencana tindakan remidial.
Dengan demikian tes diagnostik sangat penting dalam rangka membantu siswa yang
mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera apabila guru atau
pembinbing peka terhadap siswa tersebut. Guru atau pembimbing harus mau
meluangkan waktu guna memerhatikan keadaan siswa bila timbul gejala-gejala
kesulitan belajar.
Agar memudahkan pelaksanaan tes diagnostik, maka guru perlu mengumpulkan data tentang anak secara lengkap, sehingga penanganan kasus akan menjadi lebih mudah dan terarah.
Agar memudahkan pelaksanaan tes diagnostik, maka guru perlu mengumpulkan data tentang anak secara lengkap, sehingga penanganan kasus akan menjadi lebih mudah dan terarah.
2. Mengidentifikasi Anak Berkesulitan Belajar
Mengidentifikasi siswa yang
diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Adapun langkah-langkah mengidentifikasi
siswa yang mengalami kesulitan belajar;
a. Menandai siswa dalam satu kelas atau
dalam satu kelompok yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar baik bersifat
umum maupun khusus dalam bidang studi.
b. Meneliti nilai ulangan yang
tercantum dalam “record academic” kemudiandibandingkan dengan nilai rata-rata
kelas atau dengan kriteria tingkat
penguasaan minimal kompetensi yang dituntut.
penguasaan minimal kompetensi yang dituntut.
c. Menganalisis hasil ulangan dengan
melihat sifat kesalahan yang dibuat.
Melakukan observasi pada saat siswa dalam kegiatan proses belajar
mengajar yaitu mengamati tingkah laku siswa dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu yang diberikan di dalam kelas, berusaha mengetahu kebiasaan dan cara belajar siswa di rumah melalui check list.
Melakukan observasi pada saat siswa dalam kegiatan proses belajar
mengajar yaitu mengamati tingkah laku siswa dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu yang diberikan di dalam kelas, berusaha mengetahu kebiasaan dan cara belajar siswa di rumah melalui check list.
d. Mendapatkan kesan atau pendapat dari
guru lain terutama wali kelas,dan
guru pembimbing.
guru pembimbing.
e. Menelaah
bagian-bagian kesulitan untuk memperoleh pengertian yang benar
mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa. Langkah ini dapat dilakukan
guru dengan menganalisis data melalui identifikasi kesulitan belajar siswa
maupun diagnostik kesulitan belajar.
mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa. Langkah ini dapat dilakukan
guru dengan menganalisis data melalui identifikasi kesulitan belajar siswa
maupun diagnostik kesulitan belajar.
f. Berdasarkan
hasil analisis, guru menentukan bidang kesulitan yang memerlukan bantuan.
Bidang kesulitan yang tidak dapat ditangani atau terlalu sulit ditangani baik
oleh guru maupun orangtua dapat bersumber dari kasus-kasus tuna grahita (lemah
mental) seperti siswa yang mengalami kesulitan belajar ber IQ jauh di bawah
normal, orangtua hendaknya mengirimkan siswa tersebut ke lembaga pendidikan
khusus anak-anak tuna grahita (sekolah luar biasa).
D. Pelaksanaan Bantuan
1.
Pembelajaran Individual.
Pembelajaran
yang memperhatikan setiap kebutuhan dan kesulitan yang diperlukan dengan cara
pendekatan secara individual dan pendekatan psikis.
2.
Masukkan Anak Pada Kelompok Anak
Pandai
Tujuan untuk memasukkan ke dalam
kelompok anak pandai adalah agar anak ini melihat bagaimana anak pandai belajar
dan berusaha memecahkan persoalan. Mereka saya jadikan contoh buat Sri.
3.
Memberikan Motivasi
Kita harus selalu memberi motivasi
kepada anak yang berkeinginan memperbaiki pola belajarnya. Saya selalu
menghargai hasil nilai yang diperoleh anak, walaupun hasil nilai masih jauh
dibawah target terendah. Kita hargai usaha anak sehingga anak merasa dihargai
dan bertambah semangat dalam belajar.
Kita juga bisa memberi motivasi
kepada anak dengan cara sesekali melonggarkan aturan yang kita buat. Misalnya
aturan yang kita buat anak belajar dari jam tujuh sampai sembilan malam. Karena
anak tersebut pada siang hari sudah belajar dengan kemauan sendiri, maka kita
bisa mengatakan, “Sekarang kamu boleh bermain karena tadi sudah belajar dengan
baik.” Anak itu pasti akan merasa gembira dan menjadi contoh anak yang lain
untuk berbuat hal yang serupa. Motivasi seperti ini akan menambah semangat
belajar anak.
Motivasi juga bisa diberikan dengan
cara memberi penghargaan atas usaha anak. Penghargaan tidak harus berbentuk
barang. Pujian, senyuman, ucapan terima kasih, tatapan takjub, acungan jempol,
juga bisa dijadikan sebagai penghargaan.
E. Hasil yang diperoleh
Setelah melakukan pelaksanaan
bantuan yang diatas pada saat observasi, belum terlihat perubahan secara
mencolok, dikarenakan waktu observasi yang cukup singkat. Tetapi saya yakin
anak ini dapat berubah sesuai dengan target yang diharapkan, jika bantuan
layanan diatas terlaksana dengan baik, serta peran guru, teman dan orang tua
yang sangat mendukung.
F. Analisis
a. Masalah
membaca, menulis dan menghitung.
Observasi
pertama kali dilakukan pada tanggal 16 desember 2009. Observasi pertama yang
saya lakukan adalah observasi menulis, saya memerintahkan sri menuliskan
tulisan yang ada di dalam buku bacaannya(buku bahasa Indonesia), hasilnya dia
bisa menulis dengan baik dan jelas terbaca, setelah itu saya mendiktekan
beberapa kalimat, hasilnyapun baik dan benar juga, tetapi masalah yang dihadapi
anak ini adalah masalah waktunya saja,dia sangat lama setiap perintah yang saya
berikan.
Observasi
kedua adalah membaca, saya perintahkan untuk membaca buku bacaannya(buku bahasa
Indonesia), dia sangat lancar, tetapi ketika saya perintahkan untuk membaca
buku bahasa inggris, dia nampak kesulitan dan cenderung salah dalam
pengucapannya.
Selanjutnya
adalah observasi tentang matematika, lalu anak tersebut saya perintahkan untuk
mengerjakan soal penambahan, pengurangan dan pembagian, setelah dilihat hasil
pekerjaannya ternyata benar semua, tetapi masalah waktu lagi yang jadi
persoalan, dia sangat lamban dan lama setiap mengerjakan soal-soal yang saya
berikan.
b. Masalah motivasi dalam belajar.
Selain
masalah dalam membaca, menulis dan berhitung yang sangat lamban, diapun
memiliki masalah motivasi yang sangat rendah dalam hal belajarnya, terbukti
setiap soal-soal yang diberikan oleh saya, dia nampak malas dan harus dipaksa.
Menurut keterangan gurunya bahwa siswa ini termasuk siswa yang malas, setiap
tugas yang diberikan di sekolah ataupun tugas untuk dirumah dia selalu tidak
mengerjakannya.lalu dia jarang sekali masuk ke sekolah. Ternyata setelah saya
analisis dia mempunyai sifat malas itu karena faktor lingkungannya, terutama
keluarga, kedua orang tuanya jarang sekali di rumah dan berakibat anak tidak
terperhatikan setiap kebutuhannya.
c. Masalah
tingkah laku yang menetap
Anak
ini memiliki perilaku bermasalah. Misal, cepat mengambek dan marah. Hal ini
sudah terlihat sejak bayi. Anak yang mengalami kesulitan persepsi visual dan
bahasa akan sulit memahami dan mengingat informasi, sehingga sering terkesan
sukar diatur dan kasar.Tingkah laku ini tentu saja tidak disadari oleh anak.
Kesulitan muncul saat anak masuk sekolah, karena sekolah menuntutnya
berperilaku baik. Di sekolah mungkin ia berhasil mengendalikan diri, namun di
rumah ada perubahan mood mencolok. Anak LD kemudian dianggap keras kepala,
malas, tak peka, tak bertanggung jawab, dan tak mau bekerja sama.
Beberapa tanda yang mudah
dikenali yaitu :
d. Kurangnya kepercayaan dan harga
diri
Anak ini sering menganggap dirinya
bodoh karena tak dapat meraih prestasi baik di sekolah, tak dapat memenuhi
harapan orangtua, tak diterima kelompok. Adanya rendah diri ini akan menurunkan
motivasi akademis mereka. Anak LD rentan terhadap situasi yang membuat mereka
mudah putus asa dan berhenti mencoba (learned helplessness).
e. Kekurangan
dalam Memori
Hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa anak berkesulitan belajar sering memperlihatkan kekurangan
dalam memori auditoris. Begitupula dengan anak ini memiliki kekurangan dalam memori auditoris sehingga menimbulkan
kesulitan dalam memproduksi bahasa. Lagi pula, dia sering memperlihatkan adanya kekurangan khusus
dalam mengulang urutan fonem, mengingat kembali kata-kata, mengingat simbol,
dan memahami hubungan sebab akibat.
BAB
IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Anak-anak
ini mengalami kesulitan bila harus belajar secara ‘biasa’ seperti halnya
anak-anak yang lain. Mereka perlu diarahkan bagaimana cara belajar bagi
dirinya, bagaimana memulai dengan suatu tugas, bagaimana mengarahkan perhatian,
mengamati, mendengarkan instruksi bahkan bagaimana mengarahkan beberapa proses
pada saat yang bersamaan. Singkat kata, mereka memerlukan pendekatan penanganan
yang beda dengan pendekatan yang biasa dilakukan anak-anak lain seusianya.Bila
tidak ditangani dengan baik dan benar, mereka akan mengalami gangguan emosional
(psikiatrik) dan akan berdampak buruk bagi perkembangan kualitas hidup anak di
kemudian hari. Anak berkesulitan belajar, biasanya tampil kurang dewasa
dibanding teman-teman seusianya dan kesulitan belajar ini juga mempengaruhi
koordinasi fisik dan perkembangan emosional anak. Selain itu, anak berkesulitan
belajar sulit memahami isyarat-isyarat sosial yang ada dalam kehidupan
bermasyarakat.
Akibatnya, mereka terlihat seperti mempunyai kebiasaan sosial yang berbeda dengan lingkungannya. Tentu saja, hal ini membuat masyarakat di lingkungannya sulit untuk menerima, bahkan akan cenderung mengucilkannya. Secara umum, penanganan anak-anak berkesulitan belajar memiliki tujuan untuk membangkitkan kesadaran tentang dirinya, kemudian mengembangkan kelebihan dan meminimalkan kesulitan/kekurangan dalam dirinya. Dan, ini yang penting, menga-rahkannya untuk dapat mencari jalan keluar (solusi) dari permasalahan yang akan dihadapi nanti untuk menjadi seseorang yang mandiri.Untuk menangani anak berkesulitan belajar diperlukan kerjasama yang baik dan positif antara orangtua (terutama), guru di sekolahnya dan beberapa profesional seperti dokter anak, psikiater anak, psikolog, terapis.
Diperlukan upaya serius dan berkesinambungan untuk melaksanakan penanganan anak berkesulitan belajar. Anak-anak berkesulitan belajar, biasanya merasa frustrasi karena sering mengalami kegagalan dalam menyelesaikan tugas atau pun langkah-langkah untuk diri sendiri. Dalam benak mereka, apa pun yang dilakukan selalu sia-sia, tak ada artinya, negatif dan lain sebagainya, pada intinya adalah selalu mengalami kegagalan. Tentu saja, kondisi semacam ini menjadi kontra produktif, mereka kemudian menjadi sensitif, tidak mudah untuk percaya pada orang lain bahkan (mungkin) terhadap orang yang paling dekat dengan dirinya, dalam hal ini adalah orangtua. Untuk mengetahui apakah seorang anak memiliki kecenderungan berkesulitan belajar diperlukan pendeteksian yang cermat.
B. Rekomendasi
Kekhasan karakteristik anak LD, mengisyaratkan bahwa dalam
pelaksanaan bimbingan perlu dilakukan melalui studi yang mendalam secara
individual. Untuk itu perlu dilakukan assesmen secara obyektif, akurat,
mendalam, dan komprehensif sehingga diperoleh pemahaman yang seluas-luasnya dan
sedalam-dalamnya terhadap berbagai permasalahan, keterbatasan, hambatan,
kekurangan, ketidakmampuan, maupun keunggulan-keunggulan tertentu yang
dimilikinya, untuk dijadikan sebagai dasar dalam merumuskan program bimbingan
yang tepat sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya.
Pemahaman terhadap keunggulan anak, di samping penting untuk
dimanfaatkan dalam upaya mengatasi masalahnya, juga dalam rangka mengembangkan
keunggulannya tersebut, sehingga mereka mampu berprestasi tinggi sesuai potensi
yang dimilikinya.
Hasil pengamatan di lapangan tentang layanan bimbingan pada anak LD
sekolah dasar yang , menunjukkan bahwa para guru masih belum mampu menjalankan
fungsi dan peranannya sebagai pembimbing secara maksimal, belum mampu menyentuh
persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi anak, serta belum secara aktif
melakukan konsultasi dan koordinasi dengan ahli lain yang terkait dengan
permasalahan anak.
Secara teoretis, pelaksanaan bimbingan terhadap anak LD, seyogyanya
dimulai dengan pemahaman karakteristik anak, familier dengan
instrumen-instrumen assesmen yang digunakan untuk menentukan jenis dan tingkat
kesulitan belajar anak dalam rangka pemahaman dan mengkomunikasikan pada tim
ahli tentang masalah belajar anak, melakukan koordinasi dengan tim ahli (guru
kelas, psikolog sekolah, tenaga medis, dan ahli terapi lain) yang menangani
anak, melakukan konseling dan konsultasi dengan orang tua dalam rangka
meningkatkan pemahaman dan memfasilitasi perkembangan anak, melaksanakan
konseling pada anak sesuai dengan keunikan masalah yang dihadapinya, dan
melakukan konseling dan konsultasi dengan personel sekolah dalam rangka
peningkatan pemahaman mereka terhadap masalah belajar, sosial, dan tingkah laku
anak (Rudolph, 1978, dalam Thompson dan Rudolph, 1983).
Sementara itu Kavanagh dan Truss (1988) menegaskan bahwa penanganan
anak LD di sekolah hanya akan efektif bila dibarengi dengan penangan khusus di
klinik-klinik. Khusus bagi mereka yang memiliki inteligensi di atas rata-rata,
perlu dirumuskan suatu program khusus sesuai dengan potensinya. Sebab, dalam
membantu mengatasi masalahnya tidak cukup dengan pendekatan yang digunakan
untuk mereka yang memiliki inteligensi rata-rata atau di bawah rata-rata.
Sedangkan Dunn dan Dunn (Milgram, 1991) mengaskan perlunya penyesuaian antara
teknik konseling yang digunakan dengan gaya
belajar anak, serta perlunya keterlibatan secara intensif dari orang tua dalam
keseluruhan program bimbingan.
Uraian di atas,
dapat ditafsirkan bahwa pelaksanaan bimbingan terhadap anak LD di sekolah dasar
yang:
1.
Anak dijadikan sebagai unsur
sentral yang harus diperhatikan dalam keselurhan program bimbingan.
2.
Dilakukan melalui tim
multidisipliner dengan guru sebagai ujung tombak
3.
Dilakukan berdasarkan program
khusus yang mampu mengakses kelebihan dan kekurangan anak, atau karakteristik
dan kebutuhannya.
4.
Menempatkan kegiatan konseling
sebagai inti dari keseluruhan program bimbingan, di samping pengajaran
remedial.
Berangkat dari
keseluruhan pemikiran di atas, maka layanan bimbingan yang dibutuhkan anak LD
di sekolah dasar, adalah model layanan bimbingan yang mampu:
1.
Menempatkan penghargaan tinggi
terhadap keunikan anak sebagai totalitas pribadi dengan segala kelebihan dan
kekurangannya.
2.
Menjangkau persoalan-persoalan
mendasar yang dihadapi anak.
3.
Menjamin terjadinya eskalasi
kemampuan berpikir tingkat tinggi anak sesuai dengan keunggulan intelektualnya.
4.
Melibatkan ahli lain dalam
suatu tim multidisipliner.
5.
Menempatkan layanan konseling
sebagai inti dari keseluruhan program bimbingan.
6.
Menempatkan guru sebagai ujung
tombak dari keseluruhan program bimbingan.
Untuk menjawab
permasalah di atas, maka Model Bimbingan Berdiferensiasi yang ditawarkan,
merupakan pilihan tepat dalam membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi
anak LD di sekolah dasar yang memiliki inteligensi di atas rata-rata sesuai
dengan karakteristik dan kebutuhannya
C. Penutup
Kesulitan dalam pembelajaran atau belajar merupakan suatu hal yang sering ditemui oleh para pendidik, terutama guru. Sebagai upaya untuk memberikan layanan pembelajaran yang tepat, maka sebelumnya perlu adanya proses identifikasi (menemu-kenali). Hal tersebut menjadi penting, karena jumlah anak berkesulitan belajar cenderung meningkat dari tahun ke tahun, yang terjadi di tingkat sekolah dasar.
Kesulitan dalam pembelajaran atau belajar merupakan suatu hal yang sering ditemui oleh para pendidik, terutama guru. Sebagai upaya untuk memberikan layanan pembelajaran yang tepat, maka sebelumnya perlu adanya proses identifikasi (menemu-kenali). Hal tersebut menjadi penting, karena jumlah anak berkesulitan belajar cenderung meningkat dari tahun ke tahun, yang terjadi di tingkat sekolah dasar.
Top 5 Popular of The Week
-
Oleh Permanarian Somad dan Didi Tarsidi I. Tujuan Asesmen Pendidikan anak tunarungu merupakan proses yang kompleks. Penempatan y...
-
1. Sejarah Singkat Pendidikan Tunanetra di Dunia Sekolah pertama bagi anak tunanetra di Eropa d...
-
Tunadaksa/gangguan gerekan/kelainan anggota tubuh Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (t...
-
Oleh Permanarian Somad dan Didi Tarsidi (Informasi berikut ini diambil dari Easterbrooks (1997) dan Ashman & Elkins (1994)). I. ...
-
I. KISI-KISI INSTRUMEN ASESMEN PERKEMBANGAN USIA 3-4 TAHUN ASPEK INDIKATOR ...
-
BAB I PENDAHULUAN I. Latar belakang Beragam problem terkait dengan motivasi berprestasi siswa di sekolah seringkali dihadapi guru. Ada...
-
A. Definisi Low vision 1. Definisi low vision berdasarkan kuantitas pengukuran tajam pen...
-
Oleh: Widianto H Didiet Blog: http://edukasi.kompasiana.com Tawuran Pelajar, Pemalakan Oleh Siswa sekolah lain dan berbagai kekeras...
-
1. Identitas Anak Nama Lengkap : Kireina Saiwana Riffa Nama Panggilan ...
-
PENGANTAR Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bahan ...