SEO BLOG & TEMPLATES
-
Tunadaksa/gangguan gerekan/kelainan anggota tubuh Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (t...
-
A. Definisi Low vision 1. Definisi low vision berdasarkan kuantitas pengukuran tajam pen...
-
I. KISI-KISI INSTRUMEN ASESMEN PERKEMBANGAN USIA 3-4 TAHUN ASPEK INDIKATOR ...
-
PENGANTAR Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bahan ...
-
1. Identitas Anak Nama Lengkap : Kireina Saiwana Riffa Nama Panggilan ...
-
Oleh Permanarian Somad dan Didi Tarsidi I. Tujuan Asesmen Pendidikan anak tunarungu merupakan proses yang kompleks. Penempatan y...
-
Oleh Amalia (PLB UPI 08) Anak-anak berkebutuhan khusus, seperti anak tunarungu, bisa berkembang menjadi manusia dewasa yang mandiri dan b...
-
1. Sejarah Singkat Pendidikan Tunanetra di Dunia Sekolah pertama bagi anak tunanetra di Eropa d...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara s...
Arsip Blog
-
▼
2011
(17)
-
▼
Juni
(16)
- Pendidikan Luar Biasa Dulu dan Sekarang
- Karakteristik Belajar Anak Tunalaras
- Asesmen Perkembangan Anak Usia 3-4 Tahun
- Contoh Laporan Hasil Stimulasi dan Intervensi
- Keterampilan Memberikan Penguatan
- Deteksi Dini Anak Autis
- Pengertian Anak Autis
- Intervensi Dini untuk Anak Tunarungu
- Pengertian, Ciri-ciri dan Karakteristik AnakTunadaksa
- Anak Tunagrahita dan Karakteristiknya
- Dampak Ketunarunguan terhadap Perkembangan Individu
- Asesmen Anak Tunarungu
- Definisi dan Klasifikasi Tunarungu
- Keterampilan Membaca pada Pengguna Braille
- LOW VISION
- SEJARAH PENDIDIKAN ANAK TUNANETRA
-
▼
Juni
(16)
Categories
- Autis (2)
- Belajar dan Pembelajaran ABK (1)
- Form Upload File (1)
- Sejarah PLB (1)
- Stimulasi dan Intervensi (2)
- Tugas-Tugas (3)
- Tunadaksa (1)
- tunagrahita (1)
- Tunalaras (1)
- Tunanetra (4)
- Tunarungu (4)
- UMUM (10)
Materi PLB »
Belajar dan Pembelajaran ABK
,
UMUM
»
Keterampilan Memberikan Penguatan
Keterampilan Memberikan Penguatan
Posted by Materi PLB on Minggu, 26 Juni 2011 |
Belajar dan Pembelajaran ABK,
UMUM
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
I. Latar belakang
Beragam problem terkait dengan motivasi berprestasi siswa di sekolah seringkali dihadapi guru. Ada siswa yang senantiasa menyelesaikan pekerjaan, namun jarang mengerjakan lebih dari batas minimal. Ia tahu bahwa ia dapat mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, namun tidak memiliki kecenderungan untuk menunjukkannya. Siswa lainnya tidak nyaman ketika menjawab pertanyaan yang ditujukan padanya di muka umum, namun tugas-tugas yang diselesaikan di rumah dikerjakannya secara lengkap dan sebagian besar benar. Sedangkan siswa lain sengaja menunjukkan bahwa dirinya tidak berusaha mengerjakan tugas, karena dengan tidak berusaha, ia menciptakan sebuah eksplanasi alternatif untuk kegagalan, membiarkannya menjadi pertanyaan terbuka bahwa ia akan mendapat menyelesaikan tugas dengan lebih baik kalau ia berusaha.
Prestasi individu konteksnya dapat ditemukan di mana saja dengan beragam variasi standar dan definisi mengenai sukses. Teori motivasi diciptakan untuk membantu menjelaskan, memprediksi dan mempengaruhi perilaku. Jika latar belakang perilaku individu dalam setting prestasi dapat dijelaskan, perubahan perilaku pada individu tersebut pun berpeluang diupayakan. Teori yang dipilih untuk mempelajari motivasi mempengaruhi bagaimana motivasi diukur dan didefinisikan serta pendapat tentang intervensi yang tepat untuk mengatasi masalah motivasi, salah satunya adalah Reinforcement Theory. Reinforcement theory secara orisinil diturunkan dari drive theory, yang mengasumsikan bahwa reinforcement terlibat dalam reduksi kebutuhan biologis dasar. Aplikasi pada konteks prestasi berasumsi bahwa konsekuensi lain, seperti pujian dari guru, merupakan reinforcing properties bila sebelumnya diasosiasikan dengan reduksi drive dasar, dan karenanya dapat mempengaruhi perilaku. Namun berlawanan dengan drive reduction theories, reinforcement theory yang paling terkenal dikembangkan terutama oleh Skinner (1974), yang tidak mengklaim kualitas reinforcement. Konsekuensi apapun dari perilaku yang meningkatkan kemungkinan munculnya perilaku tersebut dimasa yang akan datang, dikatakan memperkuat (reinforcing). Reinforcement theory dianggap mekanistik karena tidak mempedulikan adanya keyakinan, perasaan, aspirasi, atau variabel psikologis yang lain yang tidak dapat diobservasi langsung. Teori ini juga berasumsi bahwa ada hubungan langsung antara konsekuensi perilaku dan kemungkinan perilaku tersebut terulang.
Usaha apapun untuk menjelaskan, memprediksi, dan mempengaruhi motivasi akan melibatkan kegiatan mengukur perilaku dan menguji konsekueni dari perilaku saat ini dan perilaku yang diinginkan.
II. Rumusan masalah
Pengertian penguatan ?
Komponen penguatan ?
Apa manfaat dan tujuan pemberian penguatan ?
Aplikasi Teori Penguatan terhadap pembelajaran ?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
I. Pengertian
Penguatan adalah suatu respon terhadap suatu tingkah laku dan penampilan siswa. Penguatan adalah suatu respons terhadap suatu tingkah laku siswa yang dapat menimbulkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut.
Teknik pemberian penguatan dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan secara verbal dan nonverbaPenguatan verbal merupakan penghargaan yang dinyatakan dengan lisan, sedangkan penguatan nonverbal dinyatakan dengan mimik, gerakan tubuh, pemberian sesuatu, dan lain-lainnya. Dalam rangka pengelolaan kelas, dikenal penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif bertujuan untuk mempertahankan dan memelihara perilaku positif, sedangkan penguatan negatif merupakan penguatan perilaku dengan cara menghentikan atau menghapus rangsangan yang tidak meny enangkan.
II. Komponen Pemberian Penguatan
Penguatan Verbal: ujian dan dorongan yang diucapkan oleh guru untuk respon atau tingkah laku siswa.
Penguatan Gestuaral: gerakan tubuh seperti mimik yang cerah, dengan senyuman, mengangguk, acungan jempol, tepuk tangan, member salam, menaikkan bahu, geleng-geleng kepala, menaikkan tangan, dan lain-lain.
Penguatan Kegiatan :guru menggunakan suatu kegiatan atau tugas, sehingga siswa dapat memilihnya atau menikmatinya sebagai suatu hadiah atas suatu pekerjaan,atau penampilan sebelumnya.
Penguatan Mendekati : Perhatian guru kepada siswa, menunjukkan bahwa guru tertarik, secara fisik guru mendekati siswa Contoh penguatan mendekati: berdiri disamping siswa, berjalan dekat siswa, duduk dekat kelompok diskusi, dan berjalan maju.
Penguatan Sentuhan :penguatan yang terjadi bila guru secara fisik menyentuh siswa, misalnya menepuk bahu, berjabat tangan, merangkulnya, mengusap kepalanya, menaikkan tangan siswa, yang semuanya ditujukan untuk penghargaan penampilan, tingkah laku atau kerja siswa.
Penguatan Tanda : guru menggunakan berbagai macam symbol, apakah itu benda atau tulisan yang ditujukan kepada siswa untuk penghargaan terhadap suatu penampilan, tingkah laku atau kerja siswa.
Empat prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dalam member penguatan kepada siswa yaitu:
Hangat dan Antusias : Kehangatan dan keantusiasan guru dalam pemberian penguatan kepada siswa memiliki aspek penting terhadap tingkah laku dan hasil belajarsiswa. Kehangatan dan keantusiasan adalah bagian yang tampak dari interaksi guru-siswa.
Hindari Penggunaan Penguatan Negatif : Walaupun pemberian kritik atau hukuman adalah efektif untuk dapat mengubah motivasi, penampilan, dan tingkah laku siswa, namun pemberian itu memiliki akibat yang sangat kompleks, dan secara psikologis agak kontraversial, karena itu sebaiknya dihindari. Banyak akibat yang muncul yang tidak dikehendaki misalnya: siswa menjadi frustasi, menjadi pemberani, hukuman dianggap sebagai kebanggaan, dan peristiwa akan terulang kembali.
Penggunaan Bervariasi : Pemberian penguatan seharusnya diberikan secara bervariasi baik komponennya maupun caranya, dan diberikan secara hangat dan antusias.
Bermakna : Agar setiap pemberian penguatan menjadi efektif, maka harus dilaksanakan pada situasi di mana siswa mengetahui adanya hubungan antara pemberian penguatan terhadap tingkah lakunya dan melihat, bahwa itu sangat bermanfaat.
III. Manfaat dan tujuan pemberian penguatan
Padahal salah satu kompetensi profesional yang harus dimiliki seorang guru adalah mampu membangkitkan motivasi belajar siswa dan reinforcement merupakan salah satu cara yang efektif untuk membangkitkan motivasi belajar siswa. Sumantri dan Permana (1999:274) menyebutkan beberapa tujuan yang bisa dicapai dari pemberian reinforcement yaitu :
a) Membangkitkan motivasi belajar peserta didik,
b) Merangsang peserta didik berpikir lebih baik,
c) Menimbulkan perhatian perserta didik,
d) Menumbuhkan kemampuan berinisiatif secara pribadi,
e) Mengendalikan dan mengubah sikap negatif peserta didik dalam belajar ke arah perilaku yang mendukung belajar.
Secara umum reinforcement bermanfaat bagi siswa karena akan meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi belajar merupakan salah satu hal yang penting dalam belajar karena melalui motivasi maka seseorang akan mau untuk belajar. Bagaimana mekanisme tumbuhnya motivasi akibat reinforcement ? Maslow pernah mengatakan bahwa setiap manusia memiliki hirarkis kebutuhan dari mulai kebutuhan fisik, rasa aman, penghargaan, dicintai dan mencintai, aktualisasi diri, dan kebutuhan akan pengetahuan.
Sebenarnya reinforcement yang guru berikan merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan dihargai, dicintai bahkan sebagai salah satu bentuk bahwa subjek belajar telah berhasil membuktikan dirinya (aktualisasi diri), tentu saja ketika kebutuhan subjek belajar terpenuhi ini maka ia akan merasakan kepuasan yang akan mendorongnya untuk kembali melakukan hal yang sama. Pengalaman di dalam kelas ketika salah seorang siswa yang nakal diberikan reinforcement karena siswa tersebut secara kebetulan bisa menjawab pertanyaanyang dilontarkan, menunjukkan perilaku kebiasaan berbuat onar ketika jam pelajaran menjadi berkurang bahkan siswa tersebut berbalik menjadi siswa yangaktif berpartisipasi ketika pertanyaan di lontarkan kepada seluruh siswa di kelas.
Dari contoh di atas, selain untuk membangkitkan motivasi, reinforcement juga berguna untuk mempertahankan perilaku yang diinginkan dari subjek belajar. Dalam sejarah teori belajar sendiri, reinforcement dipakai hampir di setiap aliran teori belajar, teori belajar behavioristik yang menekankan kepada stimulus dan respon, menggunakan reinforcement sebagai bentuk stimulus lanjutan untuk mempertahankan respon yang tepat, teori belajar psikologi humanistik juga menekankan pentingnya motivasi agar siswa bisa mengeluarkan potensi dalam dirinya.
Namun perlu diingat bahwa reinforcement yang kita berikan haruslah diberikan dalam situasi dan waktu yang tepat agar bisa efektif, terdapat beberapa situasi yang cocok dalam memberikan penguatan (Aunurrahman, 2009:130) yaitu :
a) Pada saat peserta didik menjawab pertanyaan, atau merespon stimulus guru atau peserta didik yang lain,
b) Pada saat peserta didik menyelesaikan PR,
c) Pada saat peserta didik mengerjakan tugas-tugas latihan,
d) Pada waktu perbaikan dan penyempurnaan tugas,
e) Pada saat penyelesaian tugas-tugas kelompok dan mandiri,
f) Pada saat membahas dan membagikan haisl-hasil latihan dan ulangan,
g) Pada saat situasi tertentu tatkala peserta didik mengikuti kegiatan secara sungguh-sungguh. Secara umum kita bisa mengatakan bahwa reinforcement yang tepat diberikan dalam situasi ketika individu tengah melakukan aktivitas belajarnya.
Kesimpulannya, dengan begitu banyaknya manfaat dari reinforcement dalam mendukung kegiatan pembelajaran di dalam kelas maka sudah seharusnya guru mulai membiasakan diri untuk memberikan reinforcement kepada siswa-siswinya yang telah menunjukkan satu prestasi dalam aktivitas belajar yang dilakukannya.
Tujuan penggunaan keterampilan memberi penguatan di dalam kelas adalah untuk:
• Meningkatkan perhatian siswa dan membantu siswa belajar bila pemberian penguatan digunakan secara selektif.
• Memberi motifasi kepada siswa.
• Mengontrol atau mengubah tingkah laku siswa yang mengganggu dan meningkatkan cara belajar yang produktif.
• Mengembangkan kepercayaan diri siswa untuk mengatur diri sendiri dalam pengalaman belajar.
• Mengarahkan pada pengembangan berpikir yang divergen (berbeda) dan pengambilan inisiatif yang bebas.
Pemberian penguatan dapat dilakukan pada saat :
Siswa memperhatikan guru, memperhatikan kawan lainnya dan benda yang menjadi tujuan diskusi.
Siswa sedang belajar, mengerjakan tugas dari buku, membaca, dan bekerja di papan tulis.
Menyelesaikan hasil kerja (selesai penuh, atau menyelesaikan format).
Bekerja dengan kualitas kerja yang baik (kerapian, ketelitian, keindahan, dan mutu materi)
Perbaikan pekerjaan (dalam kualitas, hasil atau penampilan).
Ada kategori tingkah laku (tepat, tidak tepat, verbal, fisik, dan tertulis).
Tugas mandiri (perkembangan pada pengarahan diri sendiri mengelola tingkah laku sendiri, dan mengambil inisiatif kegiatan sendiri).
Pola dasar pemberian penguatan adalah pola berkesinambungan dan pola sebagian-sebagian. Penguatan yang berkesinambungan adalah penguatan yang seratus persen dibutuhkan bagi tingkah laku kelas tertentu. Penguatan ini akan tepat, bila diberikan pada saat memulai pelajaran baru tetapi biasanya jarang sekali dapat dilakukan. Sedangkan penguatan yang sebagian-sebagian adalah penguatan yang diberikan terhadap suatu respon tertentu tetapi tidak keseluruhan. Pemberian ini ada yang dapat diperhitungkan dan ada yang tidak diperhitungkan. Yang ada diperhitungkan adalah pemberian penguatan setelah ada sejumlah respon tertentu atau setelah waktu tertentu.
IV. Penerapan Teori Reinforcement
Reinforcement mempengaruhi perilaku tertentu hanya jika reinforcement itu tergantung pada perilaku tersebut, sehingga guru harus memberikan reinforcement hanya pada perilaku yang diinginkan serta mengabaikan atau memberikan punishment pada perilaku yangtidak diinginkan. Selaras dengan hal tersebut, siswa seharusnya diberi reinforcement karena memperhatikan guru atau tugas yang sedang dikerjakan, dan terlibat dalam perilaku lain yang meningkatkan pemelajaran. Perilaku-perilaku seperti tidak memberikan perhatian, cepat menyerah, memilih tugas yang sangat mudah, atau mengumpulkan tugas tidak lengkap, seharusnya diabaikan atau dihukum. Guru juga dapat memberikan reinforcement atas perilaku menolong, murah hati, tanggung jawab, atau perilaku – perilaku lain yang diinginkan secara sosial. Namun harus diperhatikan bahwa jika siswa tidak tahu perilaku apa yang diberi reinforcement, perilaku yang diinginkan tidak akan meningkat.
Strategi behavior management atau contingency management sering diaplikasikan pada siswa dengan problem perilaku serius, termasuk masalah conduct didorder, perilaku antisosial, atau hiperaktivitas. Selaras dengan hal tersebut, guru memberikan reward pada perilaku yang diinginkan, seperti duduk, mengangkat tangan sebelum bicara, melakukan kontak mata dan menyapa, menawarkan bantuan, atau menunggu giliran. Berbicara tidak sesuai urutan dapat diabaikan dan mendorong anak lain dapat dihukum dengan time-out. Kartu laporan harian dapat digunakan sebagai strategi untuk mengontrol dan memelihara perubahan perilaku serta sarana berkomunikasi dengan orang tua. Contoh aplikasi lain adalah ketika seorang guru yang ingin meningkatkan perilaku pengambilan resiko (risk – taking) dari siswa yang hanya bersedia mengerjakan tugas-tugas mudah, memberikan positive reinforcement tergantung pada keterlibatan siswa tersebut dalam situasi belajar yang menantang, bukan setelah ia menunjukkan performansi yang baik. Suatu pendekatan yang berbeda dibutuhkan untuk membuat siswa dengan pengalaman gagal yang berulang dalam menyelesaikan tugasnya. Untuknya, reward perlu diberikan tergantung pada kelengkapan tugas. Pendekatan ini tentunya hanya dapat bekerja jika siswa tersebut benar- benar menyelesaikan suatu tugas. Apa yang dapat dilakukan guru jika perilaku yang diinginkan tidak pernah muncul? Problem merupakan hal yang serius untuk anak yang hampir tidak pernah menunjukkan perilaku yang diinginkan. Untuk mengatasinya, para peneliti mengembangkan strategi yang disebut shaping. Skinner menggunakan strategi ini untuk mengajarkan pada merpati untuk bermain Ping-Pong. Jika Skinner menunggu merpatinya bermain Ping-Pong sehingga ia bisa memperkuat perilaku tersebut, ia harus menunggu lama. Ia mulai memberikan sebutir makanan untuk perilaku pertama dalam suatu rangkaian yang diperlukan untuk bermain Ping- Pong. Ketika perilaku tersebut mulai muncul beberapa kali, ia mampu memperkuat merpati untuk perilaku kedua dalam rangkaian tersebut, dan seterusnya.
Strategi yang sama dapat digunakan untuk membentuk perilaku pada anak. Guru pertama kali menjelaskan kepada anak apa perilaku yang diinginkan, dan kemudian mulai memperkuat perilaku apa saja yang mendekati. Jika siswa yang bermasalah memperhatikan ke arah guru, guru dapat memujinya untuk perhatian yang diberikan, atau tersenyum tanda setuju. Diasumsikan siswa akan melihat lebih sering ke arah guru, sebagai hasil reinforcement. Guru kemudian dapat memuji siswa atas terpeliharanmya perilaku memperhatikan ke arah guru selama lebih dari satu menit dan secara gradual meningkatkan lamanya waktu yang disyaratkan untuk mendapatkan reinforcement. Dengan demikian, guru membentuk tindakan siswa yang mengarah pada perilaku yang diinginkan, yaitu memberikan perhatian pada guru dalam waktu lama.
Shaping diperlukan juga untuk menangani siswa yang sudah merasa tidak ada gunanya lagi mencoba menyelesaikan tugas-tugas. Guru dapat memulai dengan memujinya ketika ia membuka buku dan mengeluarkan pensil setelah sebuah tugas diberikan. Hal ini seharusnya dapat meningkatkan probabilitas perilaku mempersiapkan diri untuk mengerjakan tugas-tugas yang akan datang. Guru kemudian dapat memujinya hanya ketika ia sungguh-sungguh memulai tugas (seperti mengerjakan beberapa soal), dan kemudian memujinya ketika ia menunjukan persistensi dalam mengerjakan tugas. Jika pujian menjadi positive reinforcer bagi siswa tersebut, ia seharusnya dapat menyelesaikan suatu tugas pada akhirnya, dimana guru kemudian dapat memberikan reward. Dalam mengaplikasikan Reinforcement Theory, guru dapat pula melakukan token ekonomi, yaitu modifikasi perilaku dengani komponen esensial berupa token (bend yang dapat ditukar dengan reward), perilaku target, aturan untuk mendapatkan dan kehilangan token, dan konsekuensi pengganti (back – up consequences) dimana token bisa dipertukarkan. Token dapat berupa apa saja yang mudah dihitung, seperti poin, uang mainan, chips, bintang, atau tanda cek. Benda-benda tersebut tidak memiliki nilai yang inheren; nilai benda-benda yang didapat setelah perilaku yang diharapkan muncul tersebut didasarkan pada kemampuannya untuk ditukar dengan konsekuensi pengganti yang bernilai, seperti permen, mainan, perhiasan kecil, uang, istirahat ekstra, atau film. Meskipun token ekonomi digunakan terutama untuk meningkatkan perilaku sosial, metode ini juga digunakan untuk meningkatkan penyelesaian dan keakuratan pengerjaan tugas. Suatu token ekonomi dapat diimplementasikan pada seorang siswa, suatu grup kecil siswa, atau seluruh kelas.
Dalam kasus program yang didesain untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan (seperti bicara diluar giliran), siswa pada saat awal diberikan satu set token dan diminta untuk mengembalikan beberapa diantaranya ketika ia menunjukkan perilaku yang tidak diinginkan. Dalam program yang didesain untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan (seperti menyelesaikan tugas), siswa diberi token ketika menunjukkan perilaku target. Sayangnya, penelitian mengenai pemeliharaan dan generalisasi perilaku yang diinginkan dalam program token menunjukkan hasil yang kurang positif. Reviu data bervariasi mengenai seberapa baik perubahan perilaku terpelihara setelah progam token tidak dilanjutkan, dan seberapa baik perilaku yang diinginkan tergeneralisasi pada setting yang lain dimana token tidak diadministrasikan. Meskipun efeknya kadang-kadang muncul beberapa tahun setelah program diselenggarakan, diambilnya token seringkali mengarah pada perubahan yang cepat ke baseline behaviors (perilaku sebelum implementasi program token ekonomi). Perilaku di luar setting dimana token diberikan (kadang-kadang disebut sebagai ’transfer’) secara umum tidak dipengaruhi oleh token ekonomi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa observasi yang hati – hati terhadap perilaku siswa merupakan langkah pertama yang kritis untuk meningkatkan motivasi siswa dalam konteks prestasi. Observasi pada beragam konteks, ditambah interviu dan analisa terhadap program pendidikan diperlukan dalam mengidentifikasi dan memahami masalah -masalah motivasi.
Dari contoh di atas, selain untuk membangkitkan motivasi, reinforcement juga berguna untuk mempertahankan perilaku yang diinginkan dari subjek belajar. Dalam sejarah teori belajar sendiri, reinforcement dipakai hampir di setiap aliran teori belajar, teori belajar behavioristik yang menekankan kepada stimulus dan respon, menggunakan reinforcement sebagai bentuk stimulus lanjutan untuk mempertahankan respon yang tepat, teori belajar psikologi humanistik juga menekankan pentingnya motivasi agar siswa bisa mengeluarkan potensi dalam dirinya.
Namun perlu diingat bahwa reinforcement yang kita berikan haruslah diberikan dalam situasi dan waktu yang tepat agar bisa efektif, terdapat beberapa situasi yang cocok dalam memberikan penguatan (Aunurrahman, 2009:130) yaitu :
a) Pada saat peserta didik menjawab pertanyaan, atau merespon stimulus guru atau peserta didik yang lain,
b) Pada saat peserta didik menyelesaikan PR,
c) Pada saat peserta didik mengerjakan tugas-tugas latihan,
d) Pada waktu perbaikan dan penyempurnaan tugas,
e) Pada saat penyelesaian tugas-tugas kelompok dan mandiri,
f) Pada saat membahas dan membagikan haisl-hasil latihan dan ulangan,
g) Pada saat situasi tertentu tatkala peserta didik mengikuti kegiatan secara sungguh-sungguh. Secara umum kita bisa mengatakan bahwa reinforcement yang tepat diberikan dalam situasi ketika individu tengah melakukan aktivitas belajarnya.
Kesimpulannya, dengan begitu banyaknya manfaat dari reinforcement dalam mendukung kegiatan pembelajaran di dalam kelas maka sudah seharusnya guru mulai membiasakan diri untuk memberikan reinforcement kepada siswa-siswinya yang telah menunjukkan satu prestasi dalam aktivitas belajar yang dilakukannya.
Tujuan penggunaan keterampilan memberi penguatan di dalam kelas adalah untuk:
• Meningkatkan perhatian siswa dan membantu siswa belajar bila pemberian penguatan digunakan secara selektif.
• Memberi motifasi kepada siswa.
• Mengontrol atau mengubah tingkah laku siswa yang mengganggu dan meningkatkan cara belajar yang produktif.
• Mengembangkan kepercayaan diri siswa untuk mengatur diri sendiri dalam pengalaman belajar.
• Mengarahkan pada pengembangan berpikir yang divergen (berbeda) dan pengambilan inisiatif yang bebas.
Pemberian penguatan dapat dilakukan pada saat :
Siswa memperhatikan guru, memperhatikan kawan lainnya dan benda yang menjadi tujuan diskusi.
Siswa sedang belajar, mengerjakan tugas dari buku, membaca, dan bekerja di papan tulis.
Menyelesaikan hasil kerja (selesai penuh, atau menyelesaikan format).
Bekerja dengan kualitas kerja yang baik (kerapian, ketelitian, keindahan, dan mutu materi)
Perbaikan pekerjaan (dalam kualitas, hasil atau penampilan).
Ada kategori tingkah laku (tepat, tidak tepat, verbal, fisik, dan tertulis).
Tugas mandiri (perkembangan pada pengarahan diri sendiri mengelola tingkah laku sendiri, dan mengambil inisiatif kegiatan sendiri).
Pola dasar pemberian penguatan adalah pola berkesinambungan dan pola sebagian-sebagian. Penguatan yang berkesinambungan adalah penguatan yang seratus persen dibutuhkan bagi tingkah laku kelas tertentu. Penguatan ini akan tepat, bila diberikan pada saat memulai pelajaran baru tetapi biasanya jarang sekali dapat dilakukan. Sedangkan penguatan yang sebagian-sebagian adalah penguatan yang diberikan terhadap suatu respon tertentu tetapi tidak keseluruhan. Pemberian ini ada yang dapat diperhitungkan dan ada yang tidak diperhitungkan. Yang ada diperhitungkan adalah pemberian penguatan setelah ada sejumlah respon tertentu atau setelah waktu tertentu.
IV. Penerapan Teori Reinforcement
Reinforcement mempengaruhi perilaku tertentu hanya jika reinforcement itu tergantung pada perilaku tersebut, sehingga guru harus memberikan reinforcement hanya pada perilaku yang diinginkan serta mengabaikan atau memberikan punishment pada perilaku yangtidak diinginkan. Selaras dengan hal tersebut, siswa seharusnya diberi reinforcement karena memperhatikan guru atau tugas yang sedang dikerjakan, dan terlibat dalam perilaku lain yang meningkatkan pemelajaran. Perilaku-perilaku seperti tidak memberikan perhatian, cepat menyerah, memilih tugas yang sangat mudah, atau mengumpulkan tugas tidak lengkap, seharusnya diabaikan atau dihukum. Guru juga dapat memberikan reinforcement atas perilaku menolong, murah hati, tanggung jawab, atau perilaku – perilaku lain yang diinginkan secara sosial. Namun harus diperhatikan bahwa jika siswa tidak tahu perilaku apa yang diberi reinforcement, perilaku yang diinginkan tidak akan meningkat.
Strategi behavior management atau contingency management sering diaplikasikan pada siswa dengan problem perilaku serius, termasuk masalah conduct didorder, perilaku antisosial, atau hiperaktivitas. Selaras dengan hal tersebut, guru memberikan reward pada perilaku yang diinginkan, seperti duduk, mengangkat tangan sebelum bicara, melakukan kontak mata dan menyapa, menawarkan bantuan, atau menunggu giliran. Berbicara tidak sesuai urutan dapat diabaikan dan mendorong anak lain dapat dihukum dengan time-out. Kartu laporan harian dapat digunakan sebagai strategi untuk mengontrol dan memelihara perubahan perilaku serta sarana berkomunikasi dengan orang tua. Contoh aplikasi lain adalah ketika seorang guru yang ingin meningkatkan perilaku pengambilan resiko (risk – taking) dari siswa yang hanya bersedia mengerjakan tugas-tugas mudah, memberikan positive reinforcement tergantung pada keterlibatan siswa tersebut dalam situasi belajar yang menantang, bukan setelah ia menunjukkan performansi yang baik. Suatu pendekatan yang berbeda dibutuhkan untuk membuat siswa dengan pengalaman gagal yang berulang dalam menyelesaikan tugasnya. Untuknya, reward perlu diberikan tergantung pada kelengkapan tugas. Pendekatan ini tentunya hanya dapat bekerja jika siswa tersebut benar- benar menyelesaikan suatu tugas. Apa yang dapat dilakukan guru jika perilaku yang diinginkan tidak pernah muncul? Problem merupakan hal yang serius untuk anak yang hampir tidak pernah menunjukkan perilaku yang diinginkan. Untuk mengatasinya, para peneliti mengembangkan strategi yang disebut shaping. Skinner menggunakan strategi ini untuk mengajarkan pada merpati untuk bermain Ping-Pong. Jika Skinner menunggu merpatinya bermain Ping-Pong sehingga ia bisa memperkuat perilaku tersebut, ia harus menunggu lama. Ia mulai memberikan sebutir makanan untuk perilaku pertama dalam suatu rangkaian yang diperlukan untuk bermain Ping- Pong. Ketika perilaku tersebut mulai muncul beberapa kali, ia mampu memperkuat merpati untuk perilaku kedua dalam rangkaian tersebut, dan seterusnya.
Strategi yang sama dapat digunakan untuk membentuk perilaku pada anak. Guru pertama kali menjelaskan kepada anak apa perilaku yang diinginkan, dan kemudian mulai memperkuat perilaku apa saja yang mendekati. Jika siswa yang bermasalah memperhatikan ke arah guru, guru dapat memujinya untuk perhatian yang diberikan, atau tersenyum tanda setuju. Diasumsikan siswa akan melihat lebih sering ke arah guru, sebagai hasil reinforcement. Guru kemudian dapat memuji siswa atas terpeliharanmya perilaku memperhatikan ke arah guru selama lebih dari satu menit dan secara gradual meningkatkan lamanya waktu yang disyaratkan untuk mendapatkan reinforcement. Dengan demikian, guru membentuk tindakan siswa yang mengarah pada perilaku yang diinginkan, yaitu memberikan perhatian pada guru dalam waktu lama.
Shaping diperlukan juga untuk menangani siswa yang sudah merasa tidak ada gunanya lagi mencoba menyelesaikan tugas-tugas. Guru dapat memulai dengan memujinya ketika ia membuka buku dan mengeluarkan pensil setelah sebuah tugas diberikan. Hal ini seharusnya dapat meningkatkan probabilitas perilaku mempersiapkan diri untuk mengerjakan tugas-tugas yang akan datang. Guru kemudian dapat memujinya hanya ketika ia sungguh-sungguh memulai tugas (seperti mengerjakan beberapa soal), dan kemudian memujinya ketika ia menunjukan persistensi dalam mengerjakan tugas. Jika pujian menjadi positive reinforcer bagi siswa tersebut, ia seharusnya dapat menyelesaikan suatu tugas pada akhirnya, dimana guru kemudian dapat memberikan reward. Dalam mengaplikasikan Reinforcement Theory, guru dapat pula melakukan token ekonomi, yaitu modifikasi perilaku dengani komponen esensial berupa token (bend yang dapat ditukar dengan reward), perilaku target, aturan untuk mendapatkan dan kehilangan token, dan konsekuensi pengganti (back – up consequences) dimana token bisa dipertukarkan. Token dapat berupa apa saja yang mudah dihitung, seperti poin, uang mainan, chips, bintang, atau tanda cek. Benda-benda tersebut tidak memiliki nilai yang inheren; nilai benda-benda yang didapat setelah perilaku yang diharapkan muncul tersebut didasarkan pada kemampuannya untuk ditukar dengan konsekuensi pengganti yang bernilai, seperti permen, mainan, perhiasan kecil, uang, istirahat ekstra, atau film. Meskipun token ekonomi digunakan terutama untuk meningkatkan perilaku sosial, metode ini juga digunakan untuk meningkatkan penyelesaian dan keakuratan pengerjaan tugas. Suatu token ekonomi dapat diimplementasikan pada seorang siswa, suatu grup kecil siswa, atau seluruh kelas.
Dalam kasus program yang didesain untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan (seperti bicara diluar giliran), siswa pada saat awal diberikan satu set token dan diminta untuk mengembalikan beberapa diantaranya ketika ia menunjukkan perilaku yang tidak diinginkan. Dalam program yang didesain untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan (seperti menyelesaikan tugas), siswa diberi token ketika menunjukkan perilaku target. Sayangnya, penelitian mengenai pemeliharaan dan generalisasi perilaku yang diinginkan dalam program token menunjukkan hasil yang kurang positif. Reviu data bervariasi mengenai seberapa baik perubahan perilaku terpelihara setelah progam token tidak dilanjutkan, dan seberapa baik perilaku yang diinginkan tergeneralisasi pada setting yang lain dimana token tidak diadministrasikan. Meskipun efeknya kadang-kadang muncul beberapa tahun setelah program diselenggarakan, diambilnya token seringkali mengarah pada perubahan yang cepat ke baseline behaviors (perilaku sebelum implementasi program token ekonomi). Perilaku di luar setting dimana token diberikan (kadang-kadang disebut sebagai ’transfer’) secara umum tidak dipengaruhi oleh token ekonomi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa observasi yang hati – hati terhadap perilaku siswa merupakan langkah pertama yang kritis untuk meningkatkan motivasi siswa dalam konteks prestasi. Observasi pada beragam konteks, ditambah interviu dan analisa terhadap program pendidikan diperlukan dalam mengidentifikasi dan memahami masalah -masalah motivasi.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
Selain untuk membangkitkan motivasi, reinforcement juga berguna untuk mempertahankan perilaku yang diinginkan dari subjek belajar. Namun perlu diingat bahwa reinforcement yang kita berikan haruslah diberikan dalam situasi dan waktu yang tepat agar bisa efektif, terdapat beberapa situasi yang cocok dalam memberikan penguatan.
Pada Teori Reinforcement diasumsikan bahwa ada hubungan langsung antara konsekuensi perilaku dan kemungkinan perilaku tersebut terulang. Usaha apapun untuk menjelaskan, memprediksi, dan mempengaruhi motivasi akan melibatkan kegiatan mengukur perilaku dan menguji konsekueni dari perilaku saat ini dan perilaku yang diinginkan. Dan dengan begitu banyaknya manfaat dari reinforcement dalam mendukung kegiatan pembelajaran di dalam kelas maka sudah seharusnya guru mulai membiasakan diri untuk memberikan reinforcement kepada siswa-siswinya yang telah menunjukkan satu prestasi dalam aktivitas belajar yang dilakukannya.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.papantulisku.com/2010/11/penerapan-reinforcement-theory
http://makalahkumakalahmu.wordpress.com
http://www.apb.or.id
http://sinaja4math.blogspot.com/2010/10/keterampilan-memberi-penguataN
http://massofa.wordpress.com/2010/01/25/penguatan-variasi-dan-ketrampilan-menjelaskan-dalam-mengajar
Top 5 Popular of The Week
-
Oleh Permanarian Somad dan Didi Tarsidi I. Tujuan Asesmen Pendidikan anak tunarungu merupakan proses yang kompleks. Penempatan y...
-
1. Sejarah Singkat Pendidikan Tunanetra di Dunia Sekolah pertama bagi anak tunanetra di Eropa d...
-
Tunadaksa/gangguan gerekan/kelainan anggota tubuh Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (t...
-
Oleh Permanarian Somad dan Didi Tarsidi (Informasi berikut ini diambil dari Easterbrooks (1997) dan Ashman & Elkins (1994)). I. ...
-
I. KISI-KISI INSTRUMEN ASESMEN PERKEMBANGAN USIA 3-4 TAHUN ASPEK INDIKATOR ...
-
BAB I PENDAHULUAN I. Latar belakang Beragam problem terkait dengan motivasi berprestasi siswa di sekolah seringkali dihadapi guru. Ada...
-
A. Definisi Low vision 1. Definisi low vision berdasarkan kuantitas pengukuran tajam pen...
-
Oleh: Widianto H Didiet Blog: http://edukasi.kompasiana.com Tawuran Pelajar, Pemalakan Oleh Siswa sekolah lain dan berbagai kekeras...
-
1. Identitas Anak Nama Lengkap : Kireina Saiwana Riffa Nama Panggilan ...
-
PENGANTAR Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bahan ...
Tidak ada komentar: