Asesmen Anak Tunarungu

Oleh Permanarian Somad dan Didi Tarsidi

I. Tujuan Asesmen
Pendidikan anak tunarungu merupakan proses yang kompleks. Penempatan yang tepat, cara belajar terbaik bagi masing-masing anak (auditori, visual, atau manual), kurikulum, amplifikasi, dan keputusan tentang transisi dari satu lembaga layanan ke lembaga layanan lainnya yang diambil oleh keluarga, sekolah, dan individu, bergantung pada informasi yang reliabel. Informasi semacam ini hanya dapat diperoleh dari hasil asesmen yang baik, yang memperhatikan kekuatan dan kebutuhan anak dalam bidang komunikasi, akademik, intelektual, medis, dan karakteristik audiologis anak, yang harus diterjemahkan oleh orang tua dan guru menjadi tujuan pembelajarannya. Bila perencanaan program pendidikan anak sehari-hari sudah didasarkan atas informasi hasil asesmen tersebut, maka asesmen itu sudah mencapai tujuan utamanya.
Tujuan-tujuan asesmen anak tunarungu itu mencakup:

1) Menetapkan baseline level kinerja anak.
2) Menentukan penempatan yang tepat atau mengubah penempatan.
3) Mengukur kemajuan anak.
4) Merumuskan saran-saran untuk pemecahan masalah yang timbul, seperti masalah perilaku, kesulitan perhatian, atau lambatnya kemajuan anak. 5) Mengembangkan tujuan dan sasaran program yang sedang diimplementasikan.

Seorang diagnostisi akan dapat melaksanakan asesmen yang valid dan memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan evaluasi bila dia memiliki pengalaman yang memadai dengan populasi tunarungu ini.
Asesmen itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, dari pelaksanaan tes baku dalam setting klinis hingga observasi kelas. Populasi anak tunarungu itu sangat beraneka ragam. Perbedaannya itu terletak pada lingkungan rumahnya, penyebab dan tingkat ketunarunguannya, sejarah perkembangan bahasanya, dan adanya faktor-faktor penyerta yang mempersulit keadaan (misalnya retardasi mental, keterbatasan motorik atau visual, kesulitan belajar). Karena keanekaragaman tersebut, seorang diagnostisi cenderung ttidak akan memperoleh pengalaman yang sama dalam asesmen terhadap individu yang berbeda.

II. Permasalahan Yang Terkait dengan Asesmen Anak Tunarungu
Masalah-masalah berikut ini dapat mempengaruhi ketepatan dan kemanfaatan hasil asesmen:

1) Diagnostisi mungkin tidak memiliki sertifikasi atau pengalaman dengan populasi tunarungu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang valid atau menghasilkan rekomendasi program. Gelar kesarjanaan dalam bidang psikometri atau psikologi, pendidikan anak tunarungu, atau patologi ujaran dan bahasa, tidak menjamin bahwa pelaksana asesmen memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mengevaluasi anak tunarungu.
2) Dalam kasus-kasus tertentu, diagnostisi tidak dapat berkomunikasi dengan kliennya. Seorang anak tunarungu mungkin menggunakan salah satu dari beberapa macam cara berkomunikasi. Cara-cara berkomunikasi tersebut dapat berupa ujaran dan pendengaran, isyarat ujaran (cued speech), bahasa isyarat "alami", bahasa isyarat yang dibakukan, atau kombinasi cara-cara tersebut. Komunikasi yang efektif antara diagnostisi dengan anak tunarungu dapat terjalin hanya apabila diagnostisi itu menguasai cara berkomunikasi yang dipergunakan oleh kliennya, atau dibantu oleh interpreter yang berpengalaman.
3) Hasil tes yang menggunakan norma anak non-tunarungu atau dibandingkan dengan anak non-tunarungu mungkin tidak akan valid bagi anak yang tunarungu, tetapi tes yang menggunakan norma siswa tunarungu tidak akan berbicara banyak tentang kemajuan anak yang sesungguhnya menuju standar akademik dan linguistik yang telah ditetapkan, terutama bila dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya yang non-tunarungu.
4) Kinerja anak dalam suatu tugas mandiri yang disajikan oleh seseorang yang tidak dikenalnya jarang dapat dibandingkan dengan kinerja anak tersebut di kelasnya dalam kegiatan yang sudah dikenalnya.
5) Interpretasi tentang hasil tes tergantung pada pengetahuan dan pengalaman tim evaluasi. Profesional yang sudah sangat mengenal anak mungkin akan terlalu murah nilai, sedangkan mereka yang tidak memiliki informasi yang memadai tentang anak itu mungkin akan salah dalam mengestimasi kapabilitas anak.

Hasil berbagai jenis asesmen harus dikaji bersama-sama. Memahami hasil tes akademik tergantung pada pemahaman tentang hasil asesmen komunikasi dan intelektual. Perilaku dapat dievaluasi secara memadai hanya jika psikolog mengetahui bahasa anak dan keterbatasan akademiknya di tingkat kelasnya saat ini. Hasil terpadu dari berbagai asesmen ini diperlukan untuk menentukan keputusan-keputusan yang penting menyangkut diri anak.

III. Yang Berwenang Melakukan Asesmen
Idealnya, asesmen terhadap anak tunarungu dilakukan oleh profesional yang:

1) memiliki sertifikasi untuk melaksanakan tes formal yang dipergunakan dalam asesmen (misalnya guru untuk tes akademik, patolog bahasa dan ujaran untuk komunikasi, psikolog untuk asesmen intelektual, perilaku adaptif dan perilaku pada umumnya).
2) Memahami dampak ketunarunguan terhadap kinerja anak dalam tes dan kegiatan di kelasnya.
3) Berpengalaman melakukan intervensi sebagai seorang guru, patolog bahasa dan ujaran, atau psikolog/konselor untuk anak tunarungu.
4) Dapat berkomunikasi secara efektif dengan anak, orang tua, dan guru selama dan setelah asesmen, dengan ataupun tanpa interpreter.
5) Memiliki akses ke informasi hasil asesmen sebelumnya dan riwayat pendidikan anak yang pernah diasesmen.

IV. Keuntungan Asesmen
Pengalaman menunjukkan bahwa tanpa asesmen, ada siswa tunarungu yang mencapai usia sekolah menengah tanpa memiliki keterampilan membaca, mengembangkan perilaku yang bermasalah akibat frustrasi yang berkepanjangan yang disebabkan oleh penempatan yang tidak tepat, atau kurang memperoleh perlakuan yang sesuai dengan potensinya. Asesmen yang tepat dapat menghindari masalah-masalah tersebut dengan:

1) Memvalidasi atau mempertanyakan keprihatinan orang tua dan guru tentang tingkat kinerja atau kemajuan anak.
2) Menunjukkan bidang-bidang kekuatan dan kelemahan yang terdapat pada diri anak untuk pengajaran remedial atau observasi lebih lanjut.
3) Mengidentifikasi dan membantu mengatasi konflik antara orang tua dan profesional dengan menyarankan cara pemecahan yang didasarkan pada kepentingan anak.
4) Memberikan informasi yang dapat langsung dipergunakan dalam program pendidikan individualisasi bagi anak yang bersangkutan.

V. Keterbatasan Asesmen
Asesmen adalah alat untuk membantu orang tua dan profesional memberikan kesempatan pendidikan dan perkembangan terbaik bagi anak tunarungu. Akan tetapi, asesmen saja tidak akan dapat mencapai tujuan tersebut, dan keterbatasan asesmen mencakup hal-hal berikut:

1) Asesmen tidak dapat secara spesifik mengungkapkan tingkat usia dan kelas yang sebanding dengan anak non-tunarungu. Skor tes yang dicapai anak tunarungu sedikit sekali hubungannya dengan ekuivalensi usia dan tingkat kelasnya.
2) Kemanfaatan hasil asesmen sering kali dibatasi oleh kualifikasi pelaksana asesmen atau oleh hilangnya informasi yang diperlukan. Tepatnya rekomendasi yang didasarkan atas data asesmen tergantung pada kemampuan pelaksana asesmen untuk menginterpretasikan hasilnya.
3) Asesmen tidak dapat menggantikan, melainkan hanya melengkapi hasil observasi sehari-hari dan judgment guru/orang tua.

VI. Pertanyaan Yang Perlu Diajukan pada Saat Asesmen Dilaksanakan Pelaksana asesmen dan orang tua perlu mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:

1) Pertanyaan-pertanyaan diagnostik apakah yang harus diajukan pada saat evaluasi dilaksanakan? Mengapa evaluasi dilakukan dan bagaimana hasilnya akan dipergunakan?
2) Bagaimanakah faktor-faktor lingkungan, perilaku anak, dan familiaritas anak dengan pengasesmen mempengaruhi reliabilitas dan validitas asesmen ini?
3) Bagaimanakah kesesuaian temuan-temuan diagnostisi lain dengan hasil asesmen ini dalam mengungkapkan gambaran yang komprehensif tentang anak secara menyeluruh?
4) Sumber-sumber apakah yang tersedia di dalam masyarakat tempat tinggal anak untuk mengimplementasikan rekomendasi dari asesmen ini?


Referensi
Eccarius, Malinda (1997). Educating Children Who Are Deaf or Hard of Hearing: Assessment. ERIC EC Digest #E550. The ERIC Clearinghouse on Disabilities and Gifted Education (ERIC EC): The Council for Exceptional Children


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top