BIMBINGAN DAN KONSELING BAGI ABK


 
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
 Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan (fisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dalam proses perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan tertentu, tetapi kelainan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.
      Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus, salah satunya yaitu kesulitan belajar atau Learning Disabilities (LD = ketidakmampuan belajar). Gangguan kesulitan belajar (learning disabilities/ LD) merupakan salah satu permasalahan yang banyak ditemui dalam dunia pendidikan. LD menyangkut ketidak mampuan siswa untuk menyelesaikan tugas-tugas akademiknya secara tepat. LD adalah kondisi yang dialami siswa berkait dengan adanya hambatan, keterlambatan dan ketertinggalan dalam kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Siswa yang berkesulitan belajar adalah siswa yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus maupun umum, baik disebabkan oleh adanya disfungsi neurologis, proses psikologis dasar maupun sebab-sebab lain sehingga presatsi belajarnya rendah dan anak beresiko tinggi tinggal kelas.
      Jenis dan tingkat kesulitan yang dialami oleh siswa tidak sama karena secara konseptual berbeda dalam memahami bahan yang dipelajari secara menyeluruh. Perbedaan tingkat kesulitan ini bisa disebabkan tingkat pengusaan bahan sangat rendah, konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang sulit tidak dipahami, mungkin juga bagian yang sedang dan mudah tidak dapat dukuasai dengan baik.
      Menurut Hallahan et al (dalam Abdurahman, M, 1999) jumlah anak berkesulitan belajar meningkat secara dramatis. Hallahan dan Kauffman (1988) mengungkapkan bahwa prevalensi LD sangatlah bervariasi, dari 1% hingga 30%. Secara umum, prevalensi kesulitan belajar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Prevalensi anak kesulitan belajar pada sekolah umum di Amerika Serikat pada tahun 1976-1977 sebesar 1,8 % (Lyon, dkk., 2001). Hallahan dan Kauffman (1988) mengemukakan bahwa menurut US Department of Education, 4,73% populasi usia sekolah mengalami kesulitan belajar pada tahun 1985-1986. Lyon, dkk. (2001) menyebutkan bahwa pada tahun 1997-1998, prevalensi kesulitan belajar mencapai 5,2%. Hal ini setara dengan yang dikemukakan oleh Graziano (2002) bahwa pada tahun 1996 diperkirakan 5-6% anak sekolah usia 6 hingga 18 tahun di Amerika Serikat mengalami kesulitan belajar.
      Dari pemaparan di atas jelas terlihat bahwa LD merupakan kondisi yang dapat dialami oleh siswa, dengan prevalensi yang cenderung meningkat. Hal tersebut berdampak pada terhambatnya kemampuan siswa dalam menguasai tujuan belajar yang harus dicapainya, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kualitas hasil belajarnya. Sebagai akibatnya adalah adanya kendala dalam kelancaran proses belajar. Banyak siswa yang mengulang disebabkan karena mereka mengalami LD secara akademis.

B.Tujuan Pembuatan Laporan
Pembuatan laporan ini bertujuan untuk sebagai berikut :
1.      Memahami karakteristik anak berkesulitan belajar.
2.      Memahami layanan pendidikan yang dibutuhkan oleh anak berkelitan belajar.
3.      Sebagai rekomendasi bagi guru dan orang tua siswa dalam memberikan bimbingan kepada anaknya, untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
C. Metode Identifikasi
Metode yang digunakan dalam identifikasi anak berkesulitan belajar ini adalah metode observasi yang dilakukan di sekolah anak tersebut, dengan mengamati segala kemampuan dan kekurangan yang berkaitan dengan proses pembelajarannya, mengumpulkan data dan informasi, baik dari guru yang bersangkutan maupun teman sebayanya.
D. Sistematika Penulisan.
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Penulisan.
B.     Tujuan Penulisan.
C.     Metode Identifikasi.
D.    Sistematika Penulisan.

BAB II KAJIAN TEORI
A.       Pengertian anak berkesulitan belajar.
B.       Karakteristik Anak  Berkesulitan Belajar.
C.       Penyebab Kesulitan Belajar.

BAB III PEMBAHASAN
A.       Identitas anak.
B.       Inti Masalah.
C.      Bantuan yang direncanakan.
D.     Pelaksanaan Bantuan.
E.      Hasil yang diperoleh
F.       Analisis.

BAB IV KESIMPULAN
A. Kesimpulan
B. Rekomendasi
C. Penutup
BAB II
KAJIAN TEORI
A.       Pengertian Anak Berkesulitan Belajar (Learning Disability).

Anak berkesulitan belajar (LD) adalah individu yang mengalami gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar, disfungsi sistem syarat pusat, atau gangguan neurologis yang dimanifestasikan dalam kegagalan-kegagalan yang nyata dalam pemahaman dan penggunaan pendengaran, berbicara, membaca, mengeja, berpikir, menulis, berhitung, atau keterampilan sosial. Kesulitan tersebut bukan bersumber pada sebab-sebab keterbelakangan mental, gangguan emosi, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya, atau ekonomi, tetapi dapat muncul secara bersamaan. Kelompok anak LD dicirikan dengan adanya gangguan-gangguan tertentu yang menyertainya. Gangguan-gangguan tersebut adalah gangguan latar-figur, visual-motor, visual-perseptual, pendengaran, intersensori, berpikir konseptual dan abstrak, bahasa, sosio-emosional, dan konsep diri. Gangguan aktivitas motorik, persepsi, perhatian, emosionalitas, simbolisasi, dan ingatan. Sedangkan ditinjau dari aspek akademik, kebanyakan anak LD juga mengalami kegagalanyang nyata dalam penguasaan keterampilan dasar belajar, seperti dalam membaca, menulis dan atau berhitung. Kemampuan intelektual dapat berpengaruh luas terhadap berbagai kemampuan manusia, terutama dalam prilaku belajarnya. Sementara itu dua masalah utamayang dihadapi anak LD adalah masalah akademik dan masalah pribadi-sosial. Berdasarkan ini diduga kuat bahwa paduan antara keunggulan intelektualyang dimiliki dan kesulitan belajar yang dihadapi dapat melahirkan karaktersitik sendiri yang berbeda dengan anak-anak LD pada umumnya. Secara potensial, anak LD yang memiliki inteligensi di atas rata-rata adalah sumber daya manusia unggul bagi pembangunan bangsa dan negara. Karena itu mereka mendapat perhatianyang lebih serius dalam upaya mengatasinya. Namun demikian, dalam praktek pendidikan di lapangan, khususnya di sekolah dasar, sangat mungkin terjadi guru mengalami berbagai kesulitan dalam membantu siswanyayang termasuk LD.
B.        Karakteristik Anak  Berkesulitan Belajar.
Jika ditilik lebih jauh ada tiga jenis kesulitan belajar yang dialami anak antara lain, menyangkut kemampuan membaca (disleksia), kemampuan menulis (disgrafia), dan kemampuan berhitung (diskalkulia).
1.      Disleksia
     Istilah disleksia berasal dari bahasa Yunani, yakni dys yang berarti ”sulit dalam” dan lex berasal dari legein, yang artinya ”berbicara”. Jadi secara harfiah, disleksia berarti kesulitan yang berhubungan dengan kata atau simbol-simbol tulis. Kelainan ini disebabkan oleh ketidakmampuan dalam menghubungkan antara lisan dan tertulis, atau kesulitan mengenal hubungan antara suara dan kata secara tertulis.
Gejalanya, anak memiliki kemampuan membaca di bawah kemampuan yang seharusnya dilihat dari tingkat inteligensia, usia dan pendidikannya. Hal ini dikarenakan keterbatasan otak mengolah dan memproses informasi tersebut. “Disleksia merupakan kesalahan pada proses kognitif anak ketika menerima informasi saat membaca buku atau tulisan,” kata Lody.
Jika pada anak normal kemampuan membaca sudah muncul sejak usia enam atau tujuh tahun, tidak demikian halnya dengan anak disleksia. Sampai usia 12 tahun kadang mereka masih belum lancar membaca. Kesulitan ini dapat terdeteksi ketika anak memasuki bangku sekolah dasar. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
·         Sulit mengeja dengan benar. Satu kata bisa berulangkali diucapkan dengan   ...bermacam ucapan.
·          Sulit mengeja kata atau suku kata yang bentuknya serupa, misalnya b-d, u-n, ...atau m-n.
·         Ketika membaca anak sering salah melanjutkan ke paragraph berikutnya ....atau tidak berurutan.
·         Kesulitan mengurutkan huruf-huruf dalam kata.
Kesalahan mengeja yang dilakukan terus-menerus. Misalnya kata ”pelajaran” diucapkan menjadi ”perjalanan”.

      Menurut ahli psikolog pendidikan anak, hal lain yang bisa diamati adalah respon anak ketika diajak belajar membaca. Mimik wajahnya menjadi tegang dan sering menolak atau menangis saat disodorkan buku. “Ketidakmampuan ini sebenarnya disadari oleh anak, sehingga dia menjadi takut untuk membaca terutama jika mendapat tekanan dari lingkungannya,” ujar dosen pendidikan pada Universitas Negeri Jakarta ini.
      Banyak faktor yang menjadi penyebab disleksia antara lain genetis, problem pendengaran sejak bayi yang tidak terdeteksi sehingga mengganggu kemampuan bahasanya, dan faktor kombinasi keduanya. Namun, disleksia bukanlah kelainan yang tidak dapat ‘disembuhkan’. “Hal paling penting adalah anak disleksia harus memiliki metode belajar yang sesuai. Karena pada dasarnya setiap orang memiliki metode yang berbeda-beda, begitupun anak disleksia,” jelas Lody.
Untuk menentukan metode belajar yang cocok untuk anak disleksia, Evita menjelaskan, orangtua harus berkomunikasi dalam bentuk konkrit dengan anak menggunakan bantuan benda-benda atau gerak tubuh. Misalnya ketika bertanya “apakah kamu suka jeruk?’ sodorkan buah jeruk kepadanya dan biarkan dia memegangnya.
Disarankan Anda harus sering melatih pengucapan anak atau mendatangkan terapis yang ahli di bidang linguistik. Selain itu, cobalah penerapan metode VAKT (Visual Auditori Kinestetik Tactil) yang melibatkan rangsangan panca indera anak. Misalnya ketika anak membaca, biarkan anak melihat, mendengarkan, meraba tulisan dan menggerakkan tubuh mengikuti alur cerita. “Pada metode ini karena indera bekerja aktif anak akan lebih mudah mengingat dan memahami apa yang dibacanya,” terang Lody.

2.Disgrafia
      Perlu dipahami disgrafia bukan disebabkan karena tingkat inteligensi yang rendah, kemalasan atau keterlambatan proses visual motoriknya. Anak dengan gangguan disgrafia mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak tangannya ketika menuliskan angka atau huruf. Kesulitan ini dapat menghambat proses belajar anak, terutama ketika anak berada di bangku SD. Mereka sulit menuliskan kata-kata yang diucapkan guru atau saat pelajaran mendikte.
Untuk mengetahui apakah anak mengalami disgrafia atau tidak, ada beberapa ciri-ciri umum, yaitu :
·         Bentuk huruf tidak konsisten (sering berubah).
·         Sulit memegang alat tulis dengan mantap. Pulpen atau pensil sering terlepas dari tangan. Hal ini bisa dikarenakan anak gugup atau tegang.
·         Sering salah menulis kata-kata (dilakukan berulang-ulang). Misalnya menuliskan ‘kepala’ menjadi ‘kelapa’ atau ‘taman’ menjadi 'tangan'.
·         Tetap mengalami kesulitan meski hanya menyalin tulisan saja.
·         Terlalu memfokuskan pada tangannya ketika menulis. Sehingga terkadang tidak memperhatikan kata-kata yang ditulisnya.
·         Anak sulit menginterpretasikan ide, perasaan atau pesan melalui  …...tulisan.

3.      Diskalkulia
     Yakni gangguan pada kemampuan kalkulasi secara sistematis, yang dibagi menjadi bentuk kesulitan berhitung dan kesulitan kalkulasi. Biasanya anak juga tidak memahami proses matematis, yang ditandai dengan kesulitan mengerjakan tugas yang melibatkan angka atau simbol matematis. Anak diskalkulia sulit mendapatkan konsep perhitungan yang tepat, baik soal cerita maupun soal hitungan turunan.

C.        Penyebab Kesulitan Belajar
Prestasi belajar dipengaruhi oleh dua factor, internal dan eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar (learning disability) adlah factor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsy neurologis, sedangkan penyebab utama problema belajar (learning problem) adalah factor eksternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru. Pengelolan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi pembelajaran anak, dan pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat.
Disfungsi neurologis sering tidak hanya menyebabkan kesulitan belajar tetapi juga dapat menyebabkan tuna grahita dan gangguan emosio\nal. Berbagai factor yang dapat menyebabkan disfungsi neurologis yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesulitan belajar antara lain:
a.       Faktor genetik
b.      Luka pada otak karena trauma fisik atau karena kekurangan oksigen.
c.       Biokimia yang hilang (misalnya biokimia yang diperlukan untuk memfungsikan saraf pusat).
d.      Biokimia yang merusak otak (misalnya zat pewarna pada makanan).
e.       Pencemaran lingkungan (misal pencemaran timah hitam).
f.       Gizi yang tidak memadai
g.      Pengaruh-pengaruh psikologis dan social yang merugikan perkembangan anak (deprivasi lingkungan).
Dari berbagai penyebab tersebut dapat menimbulkan gangguan dari yang tarafnya ringan hingga yang tarafnya berat.
BAB III
PEMBAHASAN
A.    Identitas Anak
Nama                   : Sri Fitriannisa
TTL                     : Bandung, 28 Desember  2000
Alamat                 : Kebonjayanti No. 13 Rt 01/04
Kelas                   : 3 SD
Asal Sekolah      : SDN SUKAPURA 4
B.       Inti Masalah
Inti masalah yang dihadapi anak ini adalah masalah lambat dalam membaca, menulis dan berhitung. Masalah motivasi dalam belajar yang sangat rendah, kurangnya kepercayaan dan harga diri, masalah tingkah laku yang menetap dan kekurangan dalm pengingatan atau dalam hal memori. Dari maslah-masalah yang muncul ini mengakibatkan anak sulit dalam mencapai prestasi yang di harapkan, karena sesungguhnya anak ini memiliki potensi yang sangat baik.
C.       Bantuan yang direncanakan
1. Diagnostik mengatasi kesulitan belajar
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau
yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya.
Tes dignostik kesulitan belajar sendiri dilakukan melalui pengujian dan studi bersama terhadap gejala dan fakta tentang sesuatu hal, untuk menemukan karakteristik atau kesalahn-kesalahan yang esensial. Tes dignostik kesulitan belajar juga tidak hanya menyangkut soal aspek belajar dalam arti sempit yakni masalah penguasaan materi pelajaran semata, melainkan melibatkan seluruh aspek pribadi yang menyangkut perilaku siswa.
Tujuan tes diagnostik untuk menemukan sumber kesulitan belajar dan merumuskan rencana tindakan remidial. Dengan demikian tes diagnostik sangat penting dalam rangka membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera apabila guru atau pembinbing peka terhadap siswa tersebut. Guru atau pembimbing harus mau meluangkan waktu guna memerhatikan keadaan siswa bila timbul gejala-gejala kesulitan belajar.
Agar memudahkan pelaksanaan tes diagnostik, maka guru perlu mengumpulkan data tentang anak secara lengkap, sehingga penanganan kasus akan menjadi lebih mudah dan terarah.

2. Mengidentifikasi Anak Berkesulitan Belajar
Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Adapun langkah-langkah mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar;

a.       Menandai siswa dalam satu kelas atau dalam satu kelompok yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar baik bersifat umum maupun khusus dalam bidang studi.
b.      Meneliti nilai ulangan yang tercantum dalam “record academic” kemudiandibandingkan dengan nilai rata-rata kelas atau dengan kriteria tingkat
penguasaan minimal kompetensi yang dituntut.
c.       Menganalisis hasil ulangan dengan melihat sifat kesalahan yang dibuat.
Melakukan observasi pada saat siswa dalam kegiatan proses belajar
mengajar yaitu mengamati tingkah laku siswa dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu yang diberikan di dalam kelas, berusaha mengetahu kebiasaan dan cara belajar siswa di rumah melalui check list.
d.      Mendapatkan kesan atau pendapat dari guru lain terutama wali kelas,dan
guru pembimbing.
e.       Menelaah bagian-bagian kesulitan untuk memperoleh pengertian yang benar
mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa. Langkah ini dapat dilakukan
guru dengan menganalisis data melalui identifikasi kesulitan belajar siswa
maupun diagnostik kesulitan belajar.
f.       Berdasarkan hasil analisis, guru menentukan bidang kesulitan yang memerlukan bantuan. Bidang kesulitan yang tidak dapat ditangani atau terlalu sulit ditangani baik oleh guru maupun orangtua dapat bersumber dari kasus-kasus tuna grahita (lemah mental) seperti siswa yang mengalami kesulitan belajar ber IQ jauh di bawah normal, orangtua hendaknya mengirimkan siswa tersebut ke lembaga pendidikan khusus anak-anak tuna grahita (sekolah luar biasa).
D. Pelaksanaan Bantuan
1.         Pembelajaran Individual.
Pembelajaran yang memperhatikan setiap kebutuhan dan kesulitan yang diperlukan dengan cara pendekatan secara individual dan pendekatan psikis.
2.         Masukkan Anak Pada Kelompok Anak Pandai
Tujuan untuk memasukkan ke dalam kelompok anak pandai adalah agar anak ini melihat bagaimana anak pandai belajar dan berusaha memecahkan persoalan. Mereka saya jadikan contoh buat Sri.
3.         Memberikan Motivasi
Kita harus selalu memberi motivasi kepada anak yang berkeinginan memperbaiki pola belajarnya. Saya selalu menghargai hasil nilai yang diperoleh anak, walaupun hasil nilai masih jauh dibawah target terendah. Kita hargai usaha anak sehingga anak merasa dihargai dan bertambah semangat dalam belajar. 
Kita juga bisa memberi motivasi kepada anak dengan cara sesekali melonggarkan aturan yang kita buat. Misalnya aturan yang kita buat anak belajar dari jam tujuh sampai sembilan malam. Karena anak tersebut pada siang hari sudah belajar dengan kemauan sendiri, maka kita bisa mengatakan, “Sekarang kamu boleh bermain karena tadi sudah belajar dengan baik.” Anak itu pasti akan merasa gembira dan menjadi contoh anak yang lain untuk berbuat hal yang serupa. Motivasi seperti ini akan menambah semangat belajar anak.
Motivasi juga bisa diberikan dengan cara memberi penghargaan atas usaha anak. Penghargaan tidak harus berbentuk barang. Pujian, senyuman, ucapan terima kasih, tatapan takjub, acungan jempol, juga bisa dijadikan sebagai penghargaan.
E. Hasil yang diperoleh
Setelah melakukan pelaksanaan bantuan yang diatas pada saat observasi, belum terlihat perubahan secara mencolok, dikarenakan waktu observasi yang cukup singkat. Tetapi saya yakin anak ini dapat berubah sesuai dengan target yang diharapkan, jika bantuan layanan diatas terlaksana dengan baik, serta peran guru, teman dan orang tua yang sangat mendukung.
F. Analisis
a.       Masalah membaca, menulis dan menghitung.
Observasi pertama kali dilakukan pada tanggal 16 desember 2009. Observasi pertama yang saya lakukan adalah observasi menulis, saya memerintahkan sri menuliskan tulisan yang ada di dalam buku bacaannya(buku bahasa Indonesia), hasilnya dia bisa menulis dengan baik dan jelas terbaca, setelah itu saya mendiktekan beberapa kalimat, hasilnyapun baik dan benar juga, tetapi masalah yang dihadapi anak ini adalah masalah waktunya saja,dia sangat lama setiap perintah yang saya berikan.
Observasi kedua adalah membaca, saya perintahkan untuk membaca buku bacaannya(buku bahasa Indonesia), dia sangat lancar, tetapi ketika saya perintahkan untuk membaca buku bahasa inggris, dia nampak kesulitan dan cenderung salah dalam pengucapannya.
Selanjutnya adalah observasi tentang matematika, lalu anak tersebut saya perintahkan untuk mengerjakan soal penambahan, pengurangan dan pembagian, setelah dilihat hasil pekerjaannya ternyata benar semua, tetapi masalah waktu lagi yang jadi persoalan, dia sangat lamban dan lama setiap mengerjakan soal-soal yang saya berikan.

b.      Masalah  motivasi dalam belajar.
Selain masalah dalam membaca, menulis dan berhitung yang sangat lamban, diapun memiliki masalah motivasi yang sangat rendah dalam hal belajarnya, terbukti setiap soal-soal yang diberikan oleh saya, dia nampak malas dan harus dipaksa. Menurut keterangan gurunya bahwa siswa ini termasuk siswa yang malas, setiap tugas yang diberikan di sekolah ataupun tugas untuk dirumah dia selalu tidak mengerjakannya.lalu dia jarang sekali masuk ke sekolah. Ternyata setelah saya analisis dia mempunyai sifat malas itu karena faktor lingkungannya, terutama keluarga, kedua orang tuanya jarang sekali di rumah dan berakibat anak tidak terperhatikan setiap kebutuhannya.

c.  Masalah tingkah laku yang menetap
Anak ini memiliki perilaku bermasalah. Misal, cepat mengambek dan marah. Hal ini sudah terlihat sejak bayi. Anak yang mengalami kesulitan persepsi visual dan bahasa akan sulit memahami dan mengingat informasi, sehingga sering terkesan sukar diatur dan kasar.Tingkah laku ini tentu saja tidak disadari oleh anak. Kesulitan muncul saat anak masuk sekolah, karena sekolah menuntutnya berperilaku baik. Di sekolah mungkin ia berhasil mengendalikan diri, namun di rumah ada perubahan mood mencolok. Anak LD kemudian dianggap keras kepala, malas, tak peka, tak bertanggung jawab, dan tak mau bekerja sama.
Beberapa tanda yang mudah dikenali yaitu :
  • Kemarahan besar yang diekspresikan secara verbal (misal kata-kata kasar, adu mulut) atau fisik (merusak barang, berkelahi, )
  • Kecemasan berlebihan, yaitu ketakutan yang tak berhubungan dengan sekolah, ketakutan berpisah dengan orangtua, kecemasan berada di tengah orang asing bagi dirinya.
  • Depresi, memisahkan diri dari orang lain, sedih, pesimis tentang masa depan, kehilangan minat pada aktivitas yang dulu digemari, mengubah berat badan, pola tidur, merasa bersalah dan tidak berharga, dan tak mampu membuat keputusan.
  • Perilaku melarikan diri, seperti fantasi atau berkhayal berlebih-lebihan, terlalu obsesi pada televisi dan video games tentang petualangan.
  • Perilaku menantang bahaya, misalnya tertarik akan ketinggian, kekerasan dan aktivitas melanggar hukum.
d.  Kurangnya kepercayaan dan harga diri
Anak ini sering menganggap dirinya bodoh karena tak dapat meraih prestasi baik di sekolah, tak dapat memenuhi harapan orangtua, tak diterima kelompok. Adanya rendah diri ini akan menurunkan motivasi akademis mereka. Anak LD rentan terhadap situasi yang membuat mereka mudah putus asa dan berhenti mencoba (learned helplessness).
e.  Kekurangan dalam Memori
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa anak berkesulitan belajar sering memperlihatkan kekurangan dalam memori auditoris. Begitupula dengan anak ini memiliki kekurangan dalam memori auditoris sehingga menimbulkan kesulitan dalam memproduksi bahasa. Lagi pula, dia sering memperlihatkan adanya kekurangan khusus dalam mengulang urutan fonem, mengingat kembali kata-kata, mengingat simbol, dan memahami hubungan sebab akibat.
BAB IV
KESIMPULAN
A.      Kesimpulan
Anak-anak ini mengalami kesulitan bila harus belajar secara ‘biasa’ seperti halnya anak-anak yang lain. Mereka perlu diarahkan bagaimana cara belajar bagi dirinya, bagaimana memulai dengan suatu tugas, bagaimana mengarahkan perhatian, mengamati, mendengarkan instruksi bahkan bagaimana mengarahkan beberapa proses pada saat yang bersamaan. Singkat kata, mereka memerlukan pendekatan penanganan yang beda dengan pendekatan yang biasa dilakukan anak-anak lain seusianya.Bila tidak ditangani dengan baik dan benar, mereka akan mengalami gangguan emosional (psikiatrik) dan akan berdampak buruk bagi perkembangan kualitas hidup anak di kemudian hari. Anak berkesulitan belajar, biasanya tampil kurang dewasa dibanding teman-teman seusianya dan kesulitan belajar ini juga mempengaruhi koordinasi fisik dan perkembangan emosional anak. Selain itu, anak berkesulitan belajar sulit memahami isyarat-isyarat sosial yang ada dalam kehidupan bermasyarakat.

        Akibatnya, mereka terlihat seperti mempunyai kebiasaan sosial yang berbeda dengan lingkungannya. Tentu saja, hal ini membuat masyarakat di lingkungannya sulit untuk menerima, bahkan akan cenderung mengucilkannya. Secara umum, penanganan anak-anak berkesulitan belajar memiliki tujuan untuk membangkitkan kesadaran tentang dirinya, kemudian mengembangkan kelebihan dan meminimalkan kesulitan/kekurangan dalam dirinya. Dan, ini yang penting, menga-rahkannya untuk dapat mencari jalan keluar (solusi) dari permasalahan yang akan dihadapi nanti untuk menjadi seseorang yang mandiri.Untuk menangani anak berkesulitan belajar diperlukan kerjasama yang baik dan positif antara orangtua (terutama), guru di sekolahnya dan beberapa profesional seperti dokter anak, psikiater anak, psikolog, terapis.
Diperlukan upaya serius dan berkesinambungan untuk melaksanakan penanganan anak berkesulitan belajar. Anak-anak berkesulitan belajar, biasanya merasa frustrasi karena sering mengalami kegagalan dalam menyelesaikan tugas atau pun langkah-langkah untuk diri sendiri. Dalam benak mereka, apa pun yang dilakukan selalu sia-sia, tak ada artinya, negatif dan lain sebagainya, pada intinya adalah selalu mengalami kegagalan. Tentu saja, kondisi semacam ini menjadi kontra produktif, mereka kemudian menjadi sensitif, tidak mudah untuk percaya pada orang lain bahkan (mungkin) terhadap orang yang paling dekat dengan dirinya, dalam hal ini adalah orangtua. Untuk mengetahui apakah seorang anak memiliki kecenderungan berkesulitan belajar diperlukan pendeteksian yang cermat.
B.       Rekomendasi
Kekhasan karakteristik anak LD, mengisyaratkan bahwa dalam pelaksanaan bimbingan perlu dilakukan melalui studi yang mendalam secara individual. Untuk itu perlu dilakukan assesmen secara obyektif, akurat, mendalam, dan komprehensif sehingga diperoleh pemahaman yang seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya terhadap berbagai permasalahan, keterbatasan, hambatan, kekurangan, ketidakmampuan, maupun keunggulan-keunggulan tertentu yang dimilikinya, untuk dijadikan sebagai dasar dalam merumuskan program bimbingan yang tepat sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya.
Pemahaman terhadap keunggulan anak, di samping penting untuk dimanfaatkan dalam upaya mengatasi masalahnya, juga dalam rangka mengembangkan keunggulannya tersebut, sehingga mereka mampu berprestasi tinggi sesuai potensi yang dimilikinya.
Hasil pengamatan di lapangan tentang layanan bimbingan pada anak LD sekolah dasar yang , menunjukkan bahwa para guru masih belum mampu menjalankan fungsi dan peranannya sebagai pembimbing secara maksimal, belum mampu menyentuh persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi anak, serta belum secara aktif melakukan konsultasi dan koordinasi dengan ahli lain yang terkait dengan permasalahan anak.
Secara teoretis, pelaksanaan bimbingan terhadap anak LD, seyogyanya dimulai dengan pemahaman karakteristik anak, familier dengan instrumen-instrumen assesmen yang digunakan untuk menentukan jenis dan tingkat kesulitan belajar anak dalam rangka pemahaman dan mengkomunikasikan pada tim ahli tentang masalah belajar anak, melakukan koordinasi dengan tim ahli (guru kelas, psikolog sekolah, tenaga medis, dan ahli terapi lain) yang menangani anak, melakukan konseling dan konsultasi dengan orang tua dalam rangka meningkatkan pemahaman dan memfasilitasi perkembangan anak, melaksanakan konseling pada anak sesuai dengan keunikan masalah yang dihadapinya, dan melakukan konseling dan konsultasi dengan personel sekolah dalam rangka peningkatan pemahaman mereka terhadap masalah belajar, sosial, dan tingkah laku anak (Rudolph, 1978, dalam Thompson dan Rudolph, 1983).
Sementara itu Kavanagh dan Truss (1988) menegaskan bahwa penanganan anak LD di sekolah hanya akan efektif bila dibarengi dengan penangan khusus di klinik-klinik. Khusus bagi mereka yang memiliki inteligensi di atas rata-rata, perlu dirumuskan suatu program khusus sesuai dengan potensinya. Sebab, dalam membantu mengatasi masalahnya tidak cukup dengan pendekatan yang digunakan untuk mereka yang memiliki inteligensi rata-rata atau di bawah rata-rata. Sedangkan Dunn dan Dunn (Milgram, 1991) mengaskan perlunya penyesuaian antara teknik konseling yang digunakan dengan gaya belajar anak, serta perlunya keterlibatan secara intensif dari orang tua dalam keseluruhan program bimbingan.
Uraian di atas, dapat ditafsirkan bahwa pelaksanaan bimbingan terhadap anak LD di sekolah dasar yang:
1.      Anak dijadikan sebagai unsur sentral yang harus diperhatikan dalam keselurhan program bimbingan.
2.      Dilakukan melalui tim multidisipliner dengan guru sebagai ujung tombak
3.      Dilakukan berdasarkan program khusus yang mampu mengakses kelebihan dan kekurangan anak, atau karakteristik dan kebutuhannya.
4.      Menempatkan kegiatan konseling sebagai inti dari keseluruhan program bimbingan, di samping pengajaran remedial.
Berangkat dari keseluruhan pemikiran di atas, maka layanan bimbingan yang dibutuhkan anak LD di sekolah dasar, adalah model layanan bimbingan yang mampu:
1.      Menempatkan penghargaan tinggi terhadap keunikan anak sebagai totalitas pribadi dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
2.      Menjangkau persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi anak.
3.      Menjamin terjadinya eskalasi kemampuan berpikir tingkat tinggi anak sesuai dengan keunggulan intelektualnya.
4.      Melibatkan ahli lain dalam suatu tim multidisipliner.
5.      Menempatkan layanan konseling sebagai inti dari keseluruhan program bimbingan.
6.      Menempatkan guru sebagai ujung tombak dari keseluruhan program bimbingan.
Untuk menjawab permasalah di atas, maka Model Bimbingan Berdiferensiasi yang ditawarkan, merupakan pilihan tepat dalam membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi anak LD di sekolah dasar yang memiliki inteligensi di atas rata-rata sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya
C.       Penutup
         Kesulitan dalam pembelajaran atau belajar merupakan suatu hal yang sering ditemui oleh para pendidik, terutama guru. Sebagai upaya untuk memberikan layanan pembelajaran yang tepat, maka sebelumnya perlu adanya proses identifikasi (menemu-kenali). Hal tersebut menjadi penting, karena jumlah anak berkesulitan belajar cenderung meningkat dari tahun ke tahun, yang terjadi di tingkat sekolah dasar.



Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top